Senin, 25 Juni 2012

Hijrah, Merajut Keretakan, dan Mengefektifkan Dakwah Melalui Jalur Masjid


 


Taushiyah Vol VII Edisi 74
 Rosululloh saw bersabda:

لَآهِجْرَة َبَعْدَ الْفَتْحِ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ  (رواه البخارى)
Tidak ada hijrah setelah terbukanya kota Makkah,tetapi (hijrah yang ada) ialah jihad dan niat (HR.Bukhori)

Hijrah Rosululloh saw bersama sahabat dari Makkah ke Madinah merupakan peristiwa monumental dalam sejarah Islam.Hijrah menjadi titik tolak terbentuknya daulah Islam yang pertama di muka bumi.Hijrah merupakan deklarasi berdirinya Negara Islam di bawah pimpinan baginda Nabi Muhammad saw.Hijrah menjadi awal kelapangan yang dijanjkan Oleh Alloh bagi kaum muslimin.Peristiwa akbar ini mempersembahkan segenap potensi keimanan para pelakunya.Dari tenaga,harta,keluarga hingga darah yang tidak ada bandingannya hingga kini.Kholifah Umar bin Khotthob karenanya menjadikan hijrah sebagai pangkal dimulainya penanggalah hijrah sebagai kalender Islam.
Hadis shohih di muka menyatakan bahwa hijrah berhukum wajib yang bersejarah itu telah berakhir dengan dibukanya kota Makkah.Akan tetapi,hijrah dalam bentuk jihad dan niat akan tetap lestari sepanjang masa.Jihad untuk menyebarluaskan syiar agama. Niat yang tulus untuk menuntut ilmu,niat membatasi keinginan hawa nafsu,niat yang kokoh untuk mengangkat kehidupan ummat dan sebagainya merupakan bagian dari hijrah.Hijrah dalam bentuk jihad dan niat inilah pola hijrah yang harus kita tumbuh kembangkan melalui wadah jamaah ini.
Ketika pertama tiba di kota Madinah,beliau Rosululloh saw meletakkan asas-asas penting bagi berdirinya Negara Islam dan masyarakat muslim.Diantara asas itu adalah membangun masjid dan ta’aakhi (mempersaudarakan sesama kaum muslimin)
Masjid merupakan asas utama dan terpenting bagi pembentukan masyarakat muslim.Masyarakat muslim tidak akan terbentuk secara kokoh dan rapi kecuali dengan komitmen terhadap tatanan aqidah Islam.Dan hal ini dapat ditumbuhkan melalui semangat masjid.Di rumah-rumah Alloh swt ini berkali-kali kaum muslimin bertemu.Mereka menata shof yang rapi ketika menghambakan diri kepada Alloh swt.Mereka mengikatkan diri kepada satu hukum Alloh swt.Mereka juga merajut kebersamaan.Perbedaan-perbedaan pangkat,kedudukan,kekayaan,status dan atribut social lainnya terhapuskan.Egoisme dan keangkuhan yang bersemayam pada diri masing-masing tertundukkan.Dengan semangat masjid terciptalah persaudaraan antar mereka yang selanjutnya menumbuhkan solidaritas dan kekuatan.
Atas dasar ini,setiap anggota jamah dakwah hendaknya bergaul secara akrab dengan masjid,khususnya masjid di wilayahnya masing-masing.Rumah Alloh ini tidak boleh dijauhi dan disia-siakan.Dengan aktif dimasjid akan banyak hal yang bisa dilakukan ,uatamanya terkait dengan dakwah bil hal.Di masjid dakwah akan efektif dan optimal.
Rosululloh saw menjamin bahwa orang yang selalu akrab dengan masjid pasti memiliki rasa keimanan.Sabda Rosululloh yang diceritakan dari Sahabat Abu Said Al Khudri menyatakan:

Jika kamu melihat seseorang membiasakan diri pada masjid maka persaksikanlah bahwa dia memiliki keimanan.Alloh azza wajalla berfirman:“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian,” (QS At Taubah: 18) HR Tirmidzi.

Selain membangun masjid,asas penting lain yang diletakkan Rosululloh saw pertama setibanya di Madinah adalah ta’aakhi,yakni membuat persaudaraan antara kaum muhajirin dan kaum Anshor,setelah ta’aakhi pertama,yaitu mempersaudarakan antar kaum muhaajirin di Makkah.
Sahabat Abdulloh bin Salam menceritakan ketika baru tiba di Madinah Rosululloh saw disambut semarak oleh kaum muslimin.Mereka berebutan mendekati beliau.Dan petuah yang beliau sampaikan pertama pada waktu itu,sebagaimana didengar oleh Abdulloh bin Salam adalah:

يَااَيُّهاَ النَّاسُ اَفْشُوْا السَّلاَمَ، وَاَطْعِمُواالطّعَامَ، وَصِلُواالْاَرْحَامَ، وَصَلُّوا وَالنَّاسُ نِيَامٌ، تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِالسَّلَامِ   -  رواه الترمذى
Wahai segenap manusia,tebarkanlah salam,berikanlah makanan,jalinlah kekerabatan dan sholatlah (di malam hari) kala manusia tidur.Niscaya kalian akan masuk surga dengan sentosa. (HR Tirmidzi)

Ungkapan beliau pertama di Madinah ini memiliki makna penting bagi tegaknya prinsip-prinsip ta’aakhi.Seruan menebarkan salam,memberikan makanan,dan menjalin kekerabatan merupakan unsur-unsur perekat persatuan.Hal-hal itu diyakini dapat menghilangkan egoisme dan keangkuhan.Mendekatkan jarak perbedaan.Menjalin komunikasi.Meredam tersebarnya bibit permusuhan dan kebencian.Sedang sholat malam berfaidah menjernihkan hati,menanggalkan egoisme dan keangkuhan.Hati yang bening akan mudah disatukan.Adapaun hati yang kotor akan sulit bahkan mustahil dipertautkan.Hati yang kotor nan keras merupakan kendala berjamaah.
Dengan tegaknya asas ini,kaum muslimin yang asalanya bercerai-berai dengan sekian banyak fanatisme kelompok dan kesukuan seperti Aus dan Khozroj,petani dan politikus,serta pedagang dan bangsawan terajut dalam bingkai persatuan dalam satu keluarga besar yang penuh dengan solidaritas.Hal ini didukung karena pada diri mereka telah tertanamkan terlebih dahulu keimanan yang mendalam,jihad yang sungguh-sungguh,serta niat yang tulus dan lurus.Tidak ada kepentingan individual yang menonjol kecuali kepentinagn dakwah dan mengangkat Islam secara bersama-sama dengan lega hati.Fenomena ini direkam oleh Al Quran:

Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; QS Ali Imron 103

Negara manapun tidak akan tegak tanpa kesatuan dan dukungan ummatnya.Sedang kesatuan dan dukungan tidak akan lahir tanpa adanaya saling bersaudara dan saling mencintai.Setiap jamaah yang tidak disatukan oleh ikatan kasih sayang dan persaudaraan yang sebenarnya tidak akan mungkin dapat bersatu pada  suatu prinsip.Selama persatuan yang sebenarnya tidak terwujudkan dalam suatu ummat atau jamaah,maka selama itu pula tidak akan mungkin terbentuk sebuah Negara atau jamaah yang kokoh.
Persaudaraan  haruslah didahului oleh akidah yang menjadi ideologi dan faktor pemersatu.Persaudaraan antara dua orang yang berbeda akidah dan pemikiran adalah mimpi dan khayalan.Apalagi bila akidah atau pemikiran itu melahirkan  perilaku tertentu dalam kehidupan nyata.
Dalam melihat peristiwa hijrah kita melihat kepiawaian Rosululloh saw.Beliau menjadikan aqidah Islamiyah yang bersumber dari Alloh swt sebagai asas persaudaraan yang menghimpun hari para sahabatnya dan menempatkan semua manusia dalam satu barisan ubudiyah kepada-Nya tanpa perbedaan apapaun kecuali ketaqwaan dan amal sholeh.Persaudaraan,saling tolong menolong,dan saling mengutamakan tidak mungkin dapat berkembang diantara orang-orang yang dipecah belah oleh akidah,pemikiran dan kepentingan yang beraneka ragam.Fakta yang dominan terjadi justru adalah sikap memperturutkan egoisme dan hawa nafsunya sendiri-sendiri.
Setelah masjid,agaknya asas ini mendesak untuk diresapi oleh anggota jamaah.Antar jamaah hendaklnya menampakkan kasih sayang yang sesungguhnya.Satu jamaah dituntut memperlakukan jamaah lain sebagai saudaranya.Dengan begitu,jamaah akan bergerak kuat.Keadilan dan kesentosaan akan meliputi segenap anggotanya.Dalam hal ini hanya bisa dicapai ketika faktor akidah dan hati dikedepankan.Niat yang lurus diutamakan.Jauh dari kepentingan dan motivasi individual.Karena bila kepentingan dan motivasi individual dikedepankan maka sampai kapanpun tegaknya jamaah yang ideal tidak akan terjadi.
Ibarat penumpang disatu gerbong kereta api.Mereka kelihatan bersatu dalam satu gerbong.Tapi sesungguhnya mereka bercerai-berai karena masing-masing memiliki kepentingan-kepentingan individu dengan segala egoisme dan keangkuhannya.Mereka hakikatnya tidak berjamaah namun sekedar bergerombol.
Bila kita telah diikat oleh satu sistem berjamaah  dan didalamnya kita justru memilih bercerai-berai ,menampakkan permusuhan dan kebencian,serta mengedepankan egoisme dan kengkuhan,hal ini jangan-jangan merupakan sikap kita menukar nikmat Alloh dengan niqmat atau adzab-Nya.Karena ukhuwwah adalah nikmat sedang berpecah belah adalah adzab.Kita telah memilih berpindah dari satu keberkahan kepada kemungkaran yang tidak ada baiknya sama sekali.
Tujuan kita menegaakan daulah Islamiyah bersama dengan bangkitnya ummat Islam melaksanakan ajaran agamanya dengan trjadinya perceraian itu dengan demikian akan semakin sulit dicapai,bahkan terancam gagal.Ibarat serombongan penumpang menyeberang dari Tanjung Perak ke Pulau Madura dengan kapal Feri.Tujuan sampai ke pulau Madura tidak akan tercapai karena feri itu ternyata telah pecah sedari awal berangkatnya akibat keretakan yang terjadi di dalamnya.Na’udzubillah.
Maka,keretakan harus kita rajut.Yang terserak harus kita kumpulkan.Yang tercecer harus kita wadahi.Masing-masing dengan mengedepankan hati nurani yang bening.Pada saat yang sama,kita efektifkan dan optimalkan dakwah melalui jalur masjid sebagai manifestasi menteladani semangat hijrah Rosululloh saw.


Selamat Tahun Baru Hijriyah 1424 H
Di sampaikan di Surabaya,I Muharrom 1424 H – 4 Maret 2003
Pujon,Kamis 25 Dzulhijjah 1424 H – 27 Februari 2003 M.

Kamis, 21 Juni 2012

Serial Dakwah,Prinsip dan Strateginya

Taushiyah Vol V Edisi 55

  1.Bil Hikmah

Islam adalah agama dakwah.Prinsip dan strategi berdakwah,sebagaimana perintah Alloh swt kepada Rosululloh,adalah bil hikmah,al mau’idzoh al hasanah,dan mujadalah billati hiya ahsan.Mengingat pentingnya pengetahuan ini,khususnya bagi para da’I,maka ketiga prinsip dan strategi ini akan kita kaji secara berseri,insyaAlloh.Kita mulai dari prinsip dan strategi yang pertama,bil hikmah.Berangkat dari firman Alloh swt;

Serulah kepada jalan Tuhanmu bil hikmah,mau’idzoh hasanah,dan bantahlah mereka dengan cara yang terbaik (mujadalah billati hiya ahsan).Sesungguhnya Tuhanmu,Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS.An Nahl: 125)
Hikmah di Indonesia umunnya diartikan “kebijaksanaan” disamping kepandaian,kesaktian dan magi (perdukunan).Dengan arti kebijaksanaan ini mengesankan,hikmah erat kaitannya dengan filsafat,yang dasar dari filsafat adalah kebebasan berfikir.Kesannya kemudian,hikmah merupakan produk pemikiran dan perasaan manusia yang bias.Kita lihat arti kata “hikmat kebijaksanaan” dalam salah satu sila di Pancasila.Orang menafsirkan bermacam-macam,secara bebas,bias,sesuai dengan pemikiran dan perasaan sendiri-sendiri.Akhirnya kata “hikmat kebijaksaan” itu menjadi rancu.
Terlepas bahwa setiap disiplin ilmu memiliki pengertian tersendiri terhadap sebuah istilah,kata hikmah agaknya perlu diartikan secara tepat,dengan istidlal yang kuat,setidak-tidaknya dalam perspektif dakwah,karena menyangkut aktifitas “menyeru kepada jalan Tuhan”.
Definisi Hikmah
Al-Imam Al-Allamah Abdul Hamid bin Muhammad bin Badis Shonhaji  (1307-1359) berkata:

اَلْحِكْمَةُ هِيَ الْعِلْمُ الصَّحِيْحُ الثَّا بِتُ الْمُثْمِرُ لِلْعَمَلِ الْمُتْقِنُ الْمَبْنِىّ عَلَى ذَلِكَ الْعِلْمِ
Hikmah adalah ilmu (pengetahuan) yang shahih (valid) dan kokoh (tidak luntur),yang membuahkan perbuatan meyakinkan yang didasarkan pada ilmu tersebut. (Tafsir Ibnu Badis Fi Majalis At Tadzkir min Kalam Al Hakim Al Khobir,As Shonhaji,hal; 320)

Hikmah dengan definisi ini berarti mencakup: Pertama,Al Aqoid Al Haqqoh (akidah-akidah yang benar) dan al haqiqot al ilmiyah (realitas keilmuan) yang kokoh dan mendalam yang menampakkan pengaruh pada ucapan dan perbuatan.
Kedua,al a’mal al mustaqimah (perbuatan-perbuatan yang dilakukan secara istiqomah) dan al kalimat at thoyyibah (untaian kalimat-kalimat yang bagus) yang menjadi buah dari aqidah yang benar.Ketiga,al akhlak al karimah (akhlak-akhlak yang mulia).Keempat,keterangan dann penjelasan yang komplit,lugas,dan simple tentang poin-poin tersebut (al aqoid al haqqoh,al haqiqot al ilmiyah,al a’mal al mustaqimah,al kalimat ath thoyyibah,dan al akhlak al karimah).Dalam hal ini Al Quran dan Al Hadits yang memuat berbagai penjelasan hal-hal tersebut secara komplit,logis,dan simple termasuk hikmah.Begitu pula isi kandungan Al Quran dan Al Hadits seluruhnya merupakan hikmah yang diajarkan kepada orang-orang yang beriman.

Dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah (QS Ali Imron: 164)

Istidlal
Dari mana istidlal definisi tersebut? Pertama,Surat Al Isro’ ayat 22-39 (18 ayat) menyebut secara lengkap akidah yang benar,realitas keilmuan yang kokoh dan mendalam,perbuatan yang istiqomah (lurus dan langgeng),untaian kalimat yang bagus,dan akhlak yang mulia.Dan sendi-sendi hidayah ini disebut Alloh dengan sebutan Hikmah,seperti dalam firmanNya:

Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu.(QS Al- Isro’ 39)

Kedua,di dalam Hadits,Rosululloh bersabda:

اِنّ مِنَ الشِّعْرِ حِكْمَةً  -  رواه البخارى وابوداود والترمذى وابن ماجه
Sesungguhnya ada hikmah diantara sya’ir. (HR Bukhori,Abu Dawud,Tirmidzi,dan Ibnu Majah)
Makna Hadits ini,dari sekian syair terdapat syair yang menerangkan aqidah yang benar,pekerti luhur,perbuatan mulia,maupun menerangkan ilmu dan eksperimen,seperti syair Umayyah bin Abi Ash Shalt (beliau menyebut hampir saja dia masuk Islam dengan kandungan sya’irnya) dan syair Labid bin Robiah,yang disebut beliau sebagai gubahan syair era jahiliyah paling jujur.Syair Labid bin Robiah itu berbunyi:

اَلَا كُلُّ شَيْئٍ مَاخَلَا اللهَ بَاطِلُ   وَكُلُّ نَعِيْمٍ لَا مَحَالَةَ زَائِلُ
Ingatlah,segala sesuatu selain Alloh itu batil.Dan setiap kenikmatan pasti lenyap.

Himbauan dan Seruan
QS An Nahl: 125 tersebut di muka menyeru kita dalam berdakwah hendaknya bil hikmah (dengan hikmah).Maka ketika berdakwah,kapan dan di mana saja,hikmah dengan definisi di atas hendaknya diiltizami dengan segenap upaya.Yakni memahami,meyakini dan mengerti ajaran agama,dan disaat yang sama bersemangat dan beristiqomah didalam melaksanakannya.
Realitas yang ada saat ini,kala berdakwah justru banyak praktek-praktek yang bertentangan dengan prinsip dan strategi bil hikmah itu.Misalnya mencampuradukkan keyakinan (dakwah dengan dangdut,umpamanya).Menampilkan wacana keilmuan (materi dakwah) yang sumbernya tidak jelas,seperti mengambil cerita dari hadis-hadis palsu.Ceramah namun enggan mengamalkan.Mengamalkan tapi tidak istiqomah,tambal sulam (gejala futur) dsb.
Maka,suatu keharusan bagi para da’I menyingkirkan dan mengadakan perlawanan terhadap kebodohan,kedangkalan,kemandegan,keengganan dan kekendoran dalam dirinya,denganselalu berpegang teguh pada hakikat keilmuan beserta dalil,akidah dengan bukti,seraya mengasah pekerti yang luhur,dan perilaku yang bagus.Kaum muslimin insyaAlloh akan mampu memperbarui hidupnya secara terus-menerus,dengan dakwah-dakwah yang bil hikmah ini.
Wallohu A’lam
11 Maret 2001

Selasa, 19 Juni 2012

Cara Pandang Serba Materi


 


Taushiyah Vol 4,Edisi 44
    Dengan model pemerintahan seperti ini,agaknya kita tidak bisa menaruh harapan yang besar kepada mereka.Kecenderungan-kecenderungan komentar yang ada selama ini kesannya mengingkari kehendak untuk tegak berdirinya khilafah islamiyah.Oleh karena itu,apapun kita mesti memulai perjuangan ini dari pertemanan dan pengelompokan kita untuk lebih beradakwah secara lebih serius dan konsisten.
    Menapaki jalan dakwah memang bukan seperti menapaki jalan pintas yang lurus dan halus.Diibaratkan dalam Al Quran,aktifitas dakwah itu rasanya seperti menempuh aqobah (jalan mendaki yang terjal nan sukar),seperti halnya aksi membebaskan hamba sahaya dari perbudakan,aksi memberi makan pada hari kelaparan,aksi membantu anak yatim yang ada hubungan kerabat dan aksi menolong orang miskin yang sangat fakir.(QS. Al Balad: 12-17)
    Pencerahan pemikiran lewat aktifitas ta’lim dan tasqif serta tathbiq amali,dari aktifitas itu yang kita tempuh selama ini,kiranya merupakan jalur pokok dalam meniti langkah dakwah.Berbagai upaya dan usaha yang kita rancang bangun,kita kembangkan dan kita sebarluaskan lewat pertemanan dan pengelompokan kita,agaknya semata demi tujuan dakwah itu.Tidak ada maksud lain,misalnya untuk membangun kerajaan bisnis maupun mengeksplorasi sumber daya masyarakat,walaupun itu juga kerap menjadi tuntutan dalam siyasat dakwah.
     Oleh karena itu,dalam meniti jalan ini,kita selayaknya menghindari praktik-praktik yang memandang segala sesuatu dari ukuran materi.Kita mau berbuat dan bertindak dalam dakwah kalau menguntungkan dan tidak merugikan kita dari segi materi.Ingatlah,cara pandang matrealis ini sangat lemah,karena itu kebanyakan salah.Sosok manusia tampak dari segi materi bagus,nyatanya tercipta dari air mani yang tak bernilai secara materi.Begitu pula benda yang istimewa,seperti minyak kesturi berbau wangi,madu yang manis dan susu yang lezat,padahal secara materi nilainya rendah.Minyak kesturi berasal dari darah Kijang,madu dari tahi Tawon dan susu keluar dari tempat anatara tahi dan darah.
      Cara pandang atau model pemikiran (paradigma) materialis adalah cara pandang atau model pemikiran setan.Setan selalu menjadikan ukuran materi sebagai alasan pembenar bagi perbuatannya.Dia tidak melakukan aktifitas kecuali disana kelihatan keuntungan secara materi.Setan selalu mengabaikan nilai immaterial,seperti pahala,kepatuhan dan ketundukan.
      Tatkala diperintahkan bersujud kepada Nabi Adam ‘alaihissalam Iblis membangkang.Illat (alas an) yang dijadikan pembenaran atas pembangkangannya itu ialah alasan materi,bahwa dicipta dari api lebih berharga daripada dicipta dari tanah liat.
Alloh Ta’ala berfirman:

“Alloh Ta’ala berfiman: apakah yang menghalangimu untuk bersujud di waktu Aku menyuruhmu?, Dia menjawab: Saya lebih baik daripadanya,Kau ciptakan saya dari api,sedang dia kau ciptakan dari tanah.” (QS.Al A’rof:12)

    Setan,dalam hal ini menafikan unsur lain yang terdapat pada perintah bersujud pada Nabi Adam ‘alaihissalam,yaitu unsur ruh dan unsur berserah diri.Alloh ta’ala tidak menyuruh setan bersujud kecuali setelah jiwa ayah Qobil dan Habil ini disempurnakan dengan menambahkan unsur ruh.Alloh ta’ala berfirman:

(ingatlah) kala Tuhanmu berfirman kepad malaikat: “sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah.Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruh (ciptaan) Ku,maka hendaklah kamu bersujud kepadanya.” (QS. Shood: 71-72)
    Jebakan pada paradigma kapitalisme yang keliru ini selalu terbuka manakala dalam dakwah target pengejaran kita kepada sisi ghorizah baqo’ dan ghorizah nau’ berada di atas segala-galanya.Kita mau berangkat atau tidak berangkat berdakwah,misalnya,manakala kita mengukur dipuaskan atau tidak dipuaskan dari sisi kebendaan dan kewanitaan.Dari doa sehari-hari kita diajarkan jangan kepentingan dunia dijadikan sebagai orientasi terbesar,dan jangan aktifitas keilmuan dijadikan sebagai alat pembenar memperoleh dunia:

اَللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِيْ دِيْنِنَا وَلَا تَجْعَلِ الدُّنْيَا اَكْبَرَ هَمِّنَا وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا
“Ya Alloh,jangan Engkau jadikan musibah kami dalam agama kami,jangan jadikan dunia sebagai cita besar kami.” (Matan Amalul Yaum wal Lailah,An Nasa’I,hal:134hadis no;404)

       Dari sejarah masa lalu,banyak aktifitas dakwah bubrah,bahkan hancur-hancuran,tatkala para personilnya berebutan barang dan jasa inventaris milik lembaga dakwahnya.Kekuatan dakwahnya surut manakala kekuatan materi begitu dominan.Kelak suatu saat bila aktifitas dakwah kita besar dan memiliki unit-unit kegiatan yang luas,suatu kekhawatiran adalah kita tidak lagi memikirkan dakwah,melainkan mengurus untuk-ruginya aktifitas dan unitnya.Jadilah lembaga dakwah berubah orientasi menjadi lembaga bisnis,dan aktifitas kita tak lebih dari aktifitas ekonomi.Akhirnya,mari kita merenungkan hadis berikut ini:

فَوَاللهِ لَا الْفَقْرَ اَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنْ اَخْشَى عَلَيْكُمْ اَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمُ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلىَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَتَنَا فَسُوْهَا كَمَا    تَنَا فَسُوْهَا فَتُهْلِكَكُمْ كَمَا اَهْلَكَتْهُمْ – رواه البخا رى
“Demi Alloh,tidak kefeqiran aku khawatir kepadamu.Tetapi aku khawatir manakala dibentangkan kepadamu dunia sebagaimana dahulu dunia dibentangkan kepada orang-orang sebelummu.Kalian bersaing dan berebutan sebagaimana mereka,dan dunia itu menghancurkanmu sebagaimana dunia menghancurkan mereka.”
(HR.Bukhori.Jawahir Al Bukhori,hal 350,hadis no 427)
2 April 2000