Taushiyah Vol VIII Edisi 86
Situasi
kesehatan jiwa saat ini ,sebagaimana dinyatakan oleh badan Kesehatan Dunia (
WHO) ,merupakan krisis yang tidak terungkap yang akan semakin buruk di
masa-masa yang akan datang.
Di zaman maju
ini,betapa banyak orang menderita ketegangan, kecemasan, panik, depresi, tidak
puas, disharmoni, gelisah,kecewa,curiga berlebihan, dan lainnya sebagai akibat
dari tekanan-tekanan yang mengganggu jiwa atau batinnya. Dengan kenyataan ini,
ketenangan jiwa semakin mahal harganya dan akan semakin didamba banyak orang.
Dulu, ada
pepatah : “Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat ( men sana in
corpora sano ),” kini justru dipercaya
kebalikannya, bahwa “ dalam jiwa yang sehat terdapat tubuh yang sehat,” karena
ternyata banyak orang yang tubuhnya segar bugar tapi jiwanya sakit, sementara
ada orang yang meski tubunya sakit tapi jiwanya tetap sehat.
Keimanan dan
ketaqwaan kepada Allah swt. merupakan modal utama mencapai dan menjaga
kesehatan jiwa. Penelitian menunjukkan masyarakat yang religius lebih kecil
resiko terkena gangguan kejiwaan di banding mereka yang tidak religius dalam
kehidupan sehari-harinya.
Berikut ini
adalah kiat-kiat untuk menggapai ketenangan jiwa sebagaimana diajarkan atau
disemangati oleh agama kita, Islam, yang bersumber dari al Qur’an dan hadits
Nabi saw. Dalil-dalilnya terpaksa tidak kami tulis demi kepraktisan.
UMUM
1. Tidak memaksakan diri diluar batas kemampuan.tidak ada “ takalluf
“ ( pemaksaan diri ) dalam agama Islam.Islam justru menyeru bermadya ( al-qosda); berlaku sedang, tengah,
dan wajar.
2. Menghindari dosa. Pelanggaran terhadap aturan agama atau dosa
memberikan pengaruh yang tidak baik pada jiwa. Dosa menjadikan kita tidak
tenang, takut, dan was-was. Kita takut dosa itu diketahui orang lain.
3. Dzikir, mengingat Allah swt. Ia menumbuhkan keyakinan diri,
mendekatkan komunikasi diri kepada Allah swt., dan menjadikan hati tidak
kering. Dzikir bisa berupa sholat, ( paling tidak sholat lima waktu, apalagi
bila ditambah tahajjud ), membaca al-Qur’an, membaca doa-doa, dan sebagainya.
4. Melihat,membaca, menyimak, dan memperhatikan perilaku atau
sejarah keteladanan orang-orang shaleh. Pepatah mengatakan, “ saat orang-orang shaleh dituturkan, turunlah rahmat-rahmat.”
5. Ringan tangan, suka menolong, dan demawan ( sakho’). Tidak melihat
diri. Tidak melihat apa yang dia keluarkan bagi orang lain. Bermanfaat bagi
orang banyak.
6. Lapang dada ( salamatus sadhri ). Hatinya
dijauhkan dari dengki, iri hati, dendam, takabur, prasangka buruk, dan semacamnya.
7. Menasehati khalayak ( an-nushu lil ummah ) atau berdakwah
atau ta’lim. Alangkah bahagia melihat ilmu yang kita berikan diterima dan
diamalkan orang lain. Orang-orang awam menjadi lepas dari kebodohannya.
Dikatakan, “ amal yang menyebar
manfaatnya kepada khalayak lebih utama daripada amal yang manfaatnya terbatas
pada diri sendiri.”
8. Berlaku santun ( al-hilmu ) dan tidak tergesa-gesa (
al-anah ). Teburu-buru dan reaktif terhadap situasi yang
mengelilinginya merupakan tanda ketidak tenangan jiwa. Dengan berfikir jernih,
terencana, dan tidak gegabah, jiwa menjadi tenang.
9. Puasa dalam arti khusus maupun puasa dalam arti umum yaitu
menahan diri ( imsak ). Puasa bisa menstabilkan jiwa. Para ulama memaknai sabar
dalam al-Qur’an sebagai puasa.
TERKAIT DENGAN KEILMUAN
10. Menambah ilmu. Wawasan menjadi luas, tidak berpikiran sempit.
Kapan dan dimana pun kita adalah tholib ( pencari ilmu ). Tidak meras puas diri
ibarat merasa besar di dalam akuarium kecil. Di atas orang yang alim ada yang
lebih alim lagi. Betapa tinggi ilmu Nabi Musa as., namun Allah swt, memerintahkannya
tetap memburu ilmu dari Nabi Khidlir as.
11. Memahkotai ilmu yang di miliki dengan akhlak tepuji, meliputi
makrifat ( kesadaran ), tawadhu’ ( kerendahan hati ), amal, dan taqwa. Ilmu
tidak akan bermanfaat dengan sendirinya. Orang yang berilmu harus sadar diri.
Ikhlash. Berilmu tapi sombong dibenci masyarakat. Ilmu tanpa amal, jiwa terasa
dikejar-kejar.Dan seandainya ilmu menjadi baik tanpa taqwa, maka makhluk
termulia di bumi adalah Iblis.
TERKAIT DENGAN KEKAYAAN / MATERI
12. Melihat kepada orang/ tingkatan yang berada di bawahnya.
13. Menyadari kekayaan yang hakiki dan atau tempat kembali yang
hakiki, bahwa harta yang kita makan akan menjadi kotoran dan yang kita pakai
akan menjadi rusak,dan begitu kita mati, itu semua menjadi milik ahli waris,
sementara yang kekal adalah sedikit harta yang kita sedekahkan untuk
perjuangan/ dhuafa’.
14. Ridho dan puas terhadap pembagian yang diterimannya. Apa yang
ada ini dinikmati.
TERKAIT DENGAN UJIAN
15. Sabar dan tegar menerima ujian, karena semua telah diatur oleh
Allah swt.
16. Ihtisab, yakni
mengharap pahala dari Allah swt, atas musibah yang menimpanya.
17. Menyakini di balik ujian anda pelajari ( hikmah ) dan setelah
kesusahan pasti ada kegembiraan.
TERKAIT DENGAN KEHIDUPAN BERUMAH TANGGA
18. Suami tasamuh (
toleran ) terhadap isteri
19. Suami taghoful (
melupakan perangai isteri yang tidak disukai) karena dibalik satu hal yang
tidak dia sukai masih begitu banyak hal yang dia sukai dari isterinya.
20. Suami memenuhi hak-hak isteri.
21. Suami tabah,sabar, dan tahan atas gangguan dari isterinya.
22. Suami mendidik dan membimbing isteri dengan baik dan lembut,
sebab bila pendidikan dilakukan dengan keras niscaya terjadi cerai, sedangkan
bila tidak dididik atau dibiarkan sama sekali,isteri akan tetap pada kebengkokannya
23. Isteri patuh pada suami.
24. Isteri tidak banyak bicara.
25. Isteri tekun beribadah.
26. Isteri menjaga kehormatan dirinya, memelihara kehormatan suami
dan hartanya, serta menjaga anak-anaknya.
TERKAIT DENGAN KEHIDUPAN BERJAMAAH
27. Hidup berjamaah dengan suatu misi kebenaran yang mengikatnya.Indah.Penelitian menyatakan
hidup mengisolir diri atau individual
adalah sumber berbagai penyakit kejiwaan. Di setiap jamaah manapun pasti
ada konflik. Tapi bila kita pandai mensikapinya, itu akan membuat kita dewasa
dan matang. “ seburuk-buruk kehidupan berjamaah lebih baik daripada hidup sendrian”.
28. Taat pada Murabbi sekaligus pada sistem yang dibina olehnya.Kita
bergaul dengan orang-orang yang jujur. Kita mempunyai pembibing. Ada yang
meningkatkan begitu kita teledor dan menyimpang. Perhatikanlah orang yang tidak
patuh pada komondan/komando, jauh dari murobbi, jiwanya bisa goncang.
29. Silaturrahim. Memperbanyak teman, melenyapkan permusuhan.
30. Menghilangkan ghill
dan mengedepankan husnuddzon kepada sesama jamaah. Kedengkian dan prasangka
buruk adalah belengu dalam jiwa.
UMUM
31. Tafakkur dan tadabbur alam dalam rangka menyegarkan jiwa yang
lelah (refreshing).
32. Istiqomah dalam arti ulet, tekun, konsisten, teguh memegang
prinsip, dan bersungguah-sungguh. Tanguh.
33. Optimis. Percaya diri. Tidak berputus asa. Patang menyerah.
Ibarat dian (pelita) yang tak kunjung
padam. Tentu,setelah kiat-kiat tersebut di atas dilaksanakan. Sebab, optimisme
tanpa kerja keras tak ubahnya mimpi.
Wallahu subhanahu
wata’ala a’lam
Prigen,17 Agustus 2004
0 komentar:
Posting Komentar