Senin, 21 Mei 2012

Fiqh Supporter



Fanatisme sepakbola ternyata tidak hanya menjadi penyakit kambuhan tapi juga penyakit parah yang telah menggrogoti generasi muda kita.Beberapa kelompok supporter sepak bola bahkan telah menjadi musuh bebuyutan bagi kelompok yang lain. Indikasi dari fanatisme ini bisa kita lihat di tulisan-tulisan,kaos atau stiker yang mereka buat.Tak jarang,Anda juga bisa mendengar yel-yel fanatisme ini saat pertandingan berlangsung.Beberapa waktu yang lalu  fanatisme kelompok ini kembali memakan korban.Sejumlah remaja meregang nyawa.Kejadiannya justru tidak terjadi di sekitar lapangan atau saat pertandingan sepak bola berlangsung.Ini semakin menguatkan bahwa fanatisme kelompok dalam sepak bola benar-benar telah menjadi penyakit yang menyeramkan.Ianya tak segan-segan mencari korban selanjutnya.
Bagi orang-orang yang jauh (baca:menjauh) dari bimbingan agama,perkara yang sebenarnya sangat positif bisa berubah menjadi sesuatu yang buruk dan mencelakakan.Lihatlah kasus fanatisme dalam sepak bola ini.Dalam Islam,sepak bola atau olah raga secara umum mendapat perhatian khusus karena  semua itu adalah sarana menuju kesehatan,kerjasama dan kekuatan.Terkait dengan ini,Abuya Prof.Dr.As Sayyid Muhammad bin Alawy Al Maliki telah menulis buku khusus yang berjudul Shilatur riyadloh biddin wadauriha fi tansyi’atisy syabab al muslim .Oleh salah satu pesantren di  Pasuruan buku ini diterjemahkan menjadi “Fiqh Sport”.Dalam salah satu Hadisnya (HR.Bukhori),Rosululloh Saw juga mengingatkan bahwa “Tubuhmu memiliki hak (yang harus dipenuhi)”.Salah satu organisasi Islam terbesar di dunia ini bahkan menjadikan olah raga sebagai salah satu “tirakat” wajib bagi anggota-anggotanya.Rosululloh bersabda:
اَلْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَاَحَبُّ اِلَى اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ، وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ  - رواه مسلم
Mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih Alloh cintai dari pada mukmin yang lemah,(namun) dalam keduanya ada kebaikan   (HR.Imam Muslim)
Mafhumnya olahraga harus dipahami sebagai bagian yang krusial dalam kehidupan seorang muslim tanpa mengabaikan bagian-bagian yang lain.Seorang Muslim tidak akan menilai olah raga sebagai tujuan yang untuk mencapainya ia boleh melakukan hal-hal (sarana) yang dilarang.Sungguh telah datang saat di mana kita harus memberikan  penjelasan kepada anak-anak dan generasi muda kita bahwa olahraga adalah sarana untuk mencapai tujuan dan cita-cita yang luhur.Seperti kekuatan,kesehatan atau tujuan-tujuan mulia lainnya.Kita jelaskan juga kepada mereka bahwa muslim yang baik tidak hanya seorang olahragawan,tapi juga seseorang yang menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan.Kemenangan yang diraih dalam sebuah pertandingan tidak boleh menyebabkan kesombongan.Begitu juga kekalahan,ianya tidak boleh menimbulkan kebencian.
Dalam Muqaddimahnya, Bapak sosiologi kebanggaan Islam,Abd ar Rahman ibn Muhammad Ibnu Kholdun ,menjelaskan bahwa solidaritas kebangsaan yang kokoh  adalah salah satu faktor penting bagi  terciptanya masyarakat yang kuat.Solidaritas ini akan terwujud apabila perilaku menzalimi,membenci dan menjatuhkan satu sama lain bertukar menjadi saling memberi,saling menghargai,dan saling melindungi (Mukaddimah, iii / 49).Yang berarti bangsa yang saling membenci dan saling menjatuhkan,masyarakat yang tak henti-henti berselisih atau Negara yang rakyatnya tidak kunjung bersatu adalah Negara yang telah menggali lubang kehancuran.Sungguh,sepakbola akan tetap dalam keindahannya apabila fanatisme-fanatisme itu tidak mengotorinya.Olahraga yang tayangannya mendapat rating tertinggi di dunia ini sama sekali tidak membutuhkan pertikaian dan perkelahian dalam pertunjukannya.Sudah saatnya sepakbola kembali kepada fungi asalnya.Yaitu sebagai olah raga yang menyehatkan dan menyenangkan.Biarlah fanatisme kelompok menjadi bagian sejarah jahiliyah yang tak perlu diulang.Ataukan negri ini memang tak pantas menjadi Negara yang kuat karena rakyatnya gemar bertikai dan bermusuhan?
Harus disinggung di sini juga bahwa selain fanatisme supporter yang telah mencederai kerukunan dan persatuan,sepak bola juga tidak jarang menyita waktu yang sebenarnya bukan miliknya.Sebagai sebuah permainan hal itu memang sangat mungkin terjadi walaupun kita tetap tidak bisa membiarkannya.Hukum alam menetapkan bahwa segala sesuatu harus dengan jatahnya masing-masing.Seperti halnya waktu berolahraga tidak boleh digunakan untuk belajar,maka apa komentar anda bila waktu sekolah digunakan untuk tidur,waktu belajar dipakai bermain atau bahkan waktu mengaji justru digunakan untuk bermain sepakbola? Beberapa anak yang main bola di lapangan bahkan  baru pulang saat adzan maghrib berkumandang.Akhirnya waktu untuk sholat berjamaah di masjid atau musholla pun dikorbankan.Demikianlah,Imam Ibnul Qoyyim al Jauziyyah menjelaskan bahwa setan memang tidak selalu menawarkan hal yang haram untuk menjerumuskan manusia.Perkara mubah yang bisa memalingkan seseorang dari perkara yang lebih penting (sunnah atau wajib) juga sering menjadi senjata andalannya.
Dalam bukunya di atas,Abuya Prof.Dr. As Sayyid Muhammad Alawy al Maliky juga menyampaikan keprihatinannya atas perilaku-perilaku negatif yang sering ditunjukkan dalam kancah pertandingan olahraga,khususnya sepak bola.Perilaku-perilaku yang beliau anggap sebagai perbuatan yang bertantangan dengan budi pekerti dalam agama,cita rasa sosial,prestise dan kemanusiaan (Fiqh Sport,129).Tidak berhenti pada keluhan dan keprihatinan,Abuya juga memberikan solusi dan gambaran tentang sportifitas dalam Islam.Untuk menjelaskan hal itu Abuya membuat bab khusus yang berjudul olahraga Dan Pekerti Luhur.Dalam bab itu Abuya menjelaskan bagaimana Rosululloh shollollohu ‘alaihi wasallam mengajarkan sportifitas kepada para sahabat-sahabatnya.
Sahabat Anas bin Malik meriwayatkan (HR.Bukhori) bahwa Rosululloh pernah memiliki seekor Unta ashilah yang sangat bagus dan selalu menang dalam setiap ajang pertandingan.Unta tersebut diberi nama al ‘Adlba’. Namun suatu ketika Unta Rosululloh ini dikalahkan oleh seorang badui (pedalaman).Kekalahan Unta Rosululloh ini tentu saja membuat para sahabat keberatan.
Sikap para sahabat ini tentu sangat manusiawi.Akan tetapi Rosululloh mengajari dan mengarahkan mereka pada apa yang sebaiknya ditanamkan oleh ummat Islam dalam diri mereka,yaitu pekerti yang baik,rendah hati dan cinta.Rosululloh juga mengajarkan bahwa dalam sebuah perlombaan,nilai dan perhatian itu kembali kepada materi yang baik,kemahiran dan kecerdikan,tidak ada kaitannya dengan kenabian,kerosulan,keyakinan dan kehormatan seorang guru,pengarah,ketua atau pelatih.
Selanjutnya, Abuya Rohimahulloh menjelaskan: “Kesimpulan dari cerita di atas adalah,bahwa kejadian itu menggambarkan sikap sahabat yang tidak mau menerima kenyataan karena menjaga citra Unta Rosululloh saw,akan tetapi Rosululloh saw sendiri ingin meng-clear-kan masalah ini dan mengajarkan kepada mereka,bahwa perlombaan itu tidak akan lepas dari menang dan kalah,sedangkan kemenangan dalam perlombaan itu bertumpu pada kemahiran dan kelihaian,bukan pada postur tubuh dan kecintaan.Dalam hal ini,tiada pembeda antara penguasa dan rakyat jelata,antara yang kecil dan yang besar”. (Fiqh Sport,129).

0 komentar:

Posting Komentar