Berbicara tentang tarbiyah islamiyah berarti berbicara tentang pembinaan
yang intensif serta berkelanjutan.Model ini sangat pas untuk pengkaderan calon
dai atau calon pemimpin.Berbicara tentangnya berarti berbicara tentang
hati.Yakni bagaimana seseorang memiliki aqidah yang menancap kokoh,bersih dan
punya dorongan kebaikan yang kuat.Sudah sangat maklum bahwa hati mendapat
perhatian yang besar dalam pendidikan Islam.Untuk itulah,dalam tarbiyah aspek
aqidah dan tazkiyah mendapatkan porsi yang lebih diutamakan.Kita harus memahami
betul metode pembinaan Rosululloh yang telah dijelaskan berulang kali dalam
Alquran ini.Perhatikanlah bagaimana aqidah dan tazkiyah sering kali didahulukan.Bukankah
kita juga telah melihat hasil dari
metode yang digunakan oleh Rosululloh ini kepada para sahabatnya.Sesungguhnya
yang membuat Bilal bin Rabbah menjadi tangguh dan kuat menghadapi tekanan yang
luar biasa adalah aqidah yang mendalam terhadap Robbnya.Begitupun keluarga
Ammar bin Yasir dan para sahabat yang telah mencicipi getirnya dakwah yang baru
dimulai Rosululloh di Makkah.Adakah yang membuat mereka menjadi tegar dan
tangguh sedemikian rupa selain tauhid yang mengakar dalam sanubari mereka?? Ataukah
karena mereka adalah orang yang telah mengusai beberapa bidang ilmu? Mereka
adalah orang yang pandai berdebat dan beretorika??
Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan
Ucapan yang teguh itu (kalimat Tauhid) dalam kehidupan dunia dan akhirat; dan
Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan berbuat apa yang Dia kehendaki. QS Ibrohim: 27.
Sejak dahulu para pendidik sangat memahami masalah ini.Sampai datang suatu masa dimana aspek aqidah dan tazkiyah ini diabaikan.Kita tidak bermaksud bahwa masih banyak orang yang salah dan harus dibenahi aqidahnya.Kita juga tidak bermaksud bahwa yang dimaksud dengan aspek aqidah adalah dengan menghapalkan apa saja yang wajib kita hapalkan.Ini juga sangat penting.Namun yang kita maksud dengan aspek aqidah adalah bagaimana seorang muslim mempunyai keyakinan yang mendalam terhadap Robb,Rosul dan agamanya.Dari aqidah inilah kemudian akhlak yang mulia tumbuh dan bangunan ilmiyah didirikan.Dampak dari melewati atau meninggalkan aspek aqidah ini pun bisa diketahui.Layaknya bangunan yang tidak memiliki pondasi maka keruntuhannya tinggal menunggu waktu saja.Semegah dan setinggi apapun bangunan itu.
Sejak dahulu para pendidik sangat memahami masalah ini.Sampai datang suatu masa dimana aspek aqidah dan tazkiyah ini diabaikan.Kita tidak bermaksud bahwa masih banyak orang yang salah dan harus dibenahi aqidahnya.Kita juga tidak bermaksud bahwa yang dimaksud dengan aspek aqidah adalah dengan menghapalkan apa saja yang wajib kita hapalkan.Ini juga sangat penting.Namun yang kita maksud dengan aspek aqidah adalah bagaimana seorang muslim mempunyai keyakinan yang mendalam terhadap Robb,Rosul dan agamanya.Dari aqidah inilah kemudian akhlak yang mulia tumbuh dan bangunan ilmiyah didirikan.Dampak dari melewati atau meninggalkan aspek aqidah ini pun bisa diketahui.Layaknya bangunan yang tidak memiliki pondasi maka keruntuhannya tinggal menunggu waktu saja.Semegah dan setinggi apapun bangunan itu.
Adapun pendidikan dengan menggunakan sandal maka itu terkait dengan sisi
tazkiyah.Islam tidak pernah mengizinkan seseorang untuk mengabaikan masalah akhlak
hanya karena dia telah meluangkan banyak waktunya untuk mencari ilmu. Rosululloh
menjelaskan bahwa hati yang tidak senantiasa ditazkiyah adalah sumber dari akhlak yang tercela.Mengingat dakwah adalah
tugas yang berat maka sisi tazkiyah ini juga mendapat perhatian yang besar
dalam pembinaan (pengkaderan).Banyak sarana yang bisa dan harus digunakan dalam
proses tazkiyah ini agar mendapat hasil yang istimewa.Dalam ma’had kami,sandal
menjadi salah satu sarana dalam proses tazkiyah ini.Meskipun terkesan
sederhana,sebenarnya menata sandal bukanlah perbuatan yang mudah dilakukan.Terlebih
dalam suasana yang ramai atau dilihat banyak orang.Namun tidak demikian bagi
siapa saja yang telah lama menata hatinya dan menghiasinya dengan tawadlu’ dan
suka melayani sesama (khidmah).
Seorang kader dakwah tidak dituntut untuk membiasakan akhlak-akhlak
tertentu dan mengabaikan akhlak yang lain.Sebaliknya seorang dai harus
senantiasa mentazkiyah hati dan akhlaknya secara optimal dan menyeluruh.Yang
demikian adalah karena dakwah lebih mengutamakan teladan dari pada pengajaran (idzharu
sulukid da’i aktsaru min ‘ilmih). Namun ada beberapa suluk yang lebih
ditekankan dalam sisi tazkiyah ini mengingat urgensi dan pengaruhnya dalam
aktifitas dakwah.Salah satu diantaranya adalah sifat tawadhu’ dan suka membantu
sesama (khidmah).Tidak kurang teladan yang telah dilakukan oleh
Rosululloh dalam dua pekerti mulia ini.Diantara manifestasi dari sifat tawadhu’
yang beliau miliki adalah beliau suka mengucapkan salam kepada anak-anak
kecil,membawa barang belanjanya sendiri dari pasar,mengerjakan
pekerjaan-pekerjaan rumah sendiri dan masih banyak lagi yang lainnya.Tanyalah
pada ulama’-ulama’ hadis maka mereka
akan memberitahu anda banyak hal tentang teladan dalam tawadhu’ ini.Tidak
ketinggalan,para ulama’ dan khususnya guru kita Abi Ihya’ juga telah memberti
teladan yang sangat berharga.
Perhatian yang lebih terhadap masalah tawadhu’ ini semakin tidak bisa
ditawar lagi karena faktanya kesombongan dan keangkuhan seringkali menghambat
bahkan menggugurkan dakwah.Sebagai manusia biasa seorang dai sangat mungkin
terjangkiti virus keangkuhan dan kesombongan.Lebih-lebih ketika ia telah
memiliki popularitas dan pengaruh yang kuat di masyarakat.Seringkali seseorang juga
tidak sadar bahwa keangkuhan dan kesombongan telah menyelinap masuk ke dalam hatinya.Yang
demikian karena dua penyakit ini menyelinap dengan sangat halus hingga seringkali
seseorang tidak sadar bahwa sebuah racun berbahaya telah mengambil tempat dalam
hatinya.Ketika itu sebenarnya keberkahan dakwahnya mulai redup dan sang dai mulai
menjauh meninggalkan Robbnya.
Indikasi paling kuat dalam masalah tawadhu’ ini adalah ketika seseorang
tidak lagi melihat siapa dirinya (‘adamu ru’yatin nafs).Dalam kamus hariannya
tidak ada klasifikasi antara didepan atau dibelakang,atasan atau bawahan
apalagi majikan dengan pelayan.Yang ada adalah bagaimana semaksimal mungkin
selalu memperoleh ridlo Alloh dan membahagiakan sesama.Dan bila kita telusuri,
sifat tawadhu’ ini sebenarnya berbanding lurus dengan keikhlasan
seseorang.Maknanya ketika seseorang bisa memelihara keikhlasannya maka salah
satu buah manis dari keihlasan itu adalah sifat tawadhu’.Ini bisa dipahami
dengan mudah karena sifat ikhlas adalah benteng kokoh yang keangkuhan dan kesombongan tidak akan mampu menembusnya.Bukankah
komitmen untuk mempersembahan segala sesuatu dengan tulus kepada Alloh akan
mencegah seseorang untuk berbuat selain yang diridloiNya?? Bersambung

0 komentar:
Posting Komentar