Selasa, 30 Oktober 2012

Menata Hati Dengan Menata Sandal (Bag 2)




Berbicara tentang tarbiyah islamiyah berarti berbicara tentang pembinaan yang intensif serta berkelanjutan.Model ini sangat pas untuk pengkaderan calon dai atau calon pemimpin.Berbicara tentangnya berarti berbicara tentang hati.Yakni bagaimana seseorang memiliki aqidah yang menancap kokoh,bersih dan punya dorongan kebaikan yang kuat.Sudah sangat maklum bahwa hati mendapat perhatian yang besar dalam pendidikan Islam.Untuk itulah,dalam tarbiyah aspek aqidah dan tazkiyah mendapatkan porsi yang lebih diutamakan.Kita harus memahami betul metode pembinaan Rosululloh yang telah dijelaskan berulang kali dalam Alquran ini.Perhatikanlah bagaimana aqidah dan tazkiyah sering kali didahulukan.Bukankah kita juga telah melihat  hasil dari metode yang digunakan oleh Rosululloh ini kepada para sahabatnya.Sesungguhnya yang membuat Bilal bin Rabbah menjadi tangguh dan kuat menghadapi tekanan yang luar biasa adalah aqidah yang mendalam terhadap Robbnya.Begitupun keluarga Ammar bin Yasir dan para sahabat yang telah mencicipi getirnya dakwah yang baru dimulai Rosululloh di Makkah.Adakah yang membuat mereka menjadi tegar dan tangguh sedemikian rupa selain tauhid yang mengakar dalam sanubari mereka?? Ataukah karena mereka adalah orang yang telah mengusai beberapa bidang ilmu? Mereka adalah orang yang pandai berdebat dan beretorika??

Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan Ucapan yang teguh itu (kalimat Tauhid) dalam kehidupan dunia dan akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan berbuat apa yang Dia kehendaki. QS Ibrohim: 27.

Sejak dahulu para pendidik sangat memahami masalah ini.Sampai datang suatu masa dimana aspek aqidah dan tazkiyah ini diabaikan.Kita tidak bermaksud bahwa masih banyak orang yang salah dan harus dibenahi aqidahnya.Kita juga tidak bermaksud bahwa yang dimaksud dengan aspek aqidah adalah dengan menghapalkan apa saja yang  wajib kita hapalkan.Ini juga sangat penting.Namun yang kita maksud dengan aspek aqidah adalah bagaimana seorang muslim mempunyai keyakinan yang mendalam terhadap Robb,Rosul dan agamanya.Dari aqidah inilah kemudian akhlak yang mulia tumbuh dan bangunan ilmiyah didirikan.Dampak dari melewati atau meninggalkan aspek aqidah ini pun bisa diketahui.Layaknya bangunan yang tidak memiliki pondasi maka keruntuhannya tinggal menunggu waktu saja.Semegah dan setinggi apapun bangunan itu.

Adapun pendidikan dengan menggunakan sandal maka itu terkait dengan sisi tazkiyah.Islam tidak pernah mengizinkan seseorang untuk mengabaikan masalah akhlak hanya karena dia telah meluangkan banyak waktunya untuk mencari ilmu. Rosululloh menjelaskan bahwa hati yang tidak senantiasa ditazkiyah adalah sumber dari  akhlak yang tercela.Mengingat dakwah adalah tugas yang berat maka sisi tazkiyah ini juga mendapat perhatian yang besar dalam pembinaan (pengkaderan).Banyak sarana yang bisa dan harus digunakan dalam proses tazkiyah ini agar mendapat hasil yang istimewa.Dalam ma’had kami,sandal menjadi salah satu sarana dalam proses tazkiyah ini.Meskipun terkesan sederhana,sebenarnya menata sandal bukanlah perbuatan yang mudah dilakukan.Terlebih dalam suasana yang ramai atau dilihat banyak orang.Namun tidak demikian bagi siapa saja yang telah lama menata hatinya dan menghiasinya dengan tawadlu’ dan suka melayani sesama (khidmah).

Seorang kader dakwah tidak dituntut untuk membiasakan akhlak-akhlak tertentu dan mengabaikan akhlak yang lain.Sebaliknya seorang dai harus senantiasa mentazkiyah hati dan akhlaknya secara optimal dan menyeluruh.Yang demikian adalah karena dakwah lebih mengutamakan teladan dari pada pengajaran (idzharu sulukid da’i aktsaru min ‘ilmih). Namun ada beberapa suluk yang lebih ditekankan dalam sisi tazkiyah ini mengingat urgensi dan pengaruhnya dalam aktifitas dakwah.Salah satu diantaranya adalah sifat tawadhu’ dan suka membantu sesama (khidmah).Tidak kurang teladan yang telah dilakukan oleh Rosululloh dalam dua pekerti mulia ini.Diantara manifestasi dari sifat tawadhu’ yang beliau miliki adalah beliau suka mengucapkan salam kepada anak-anak kecil,membawa barang belanjanya sendiri dari pasar,mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah sendiri dan masih banyak lagi yang lainnya.Tanyalah pada ulama’-ulama’  hadis maka mereka akan memberitahu anda banyak hal tentang teladan dalam tawadhu’ ini.Tidak ketinggalan,para ulama’ dan khususnya guru kita Abi Ihya’ juga telah memberti teladan yang sangat berharga.

Perhatian yang lebih terhadap masalah tawadhu’ ini semakin tidak bisa ditawar lagi karena faktanya kesombongan dan keangkuhan seringkali menghambat bahkan menggugurkan dakwah.Sebagai manusia biasa seorang dai sangat mungkin terjangkiti virus keangkuhan dan kesombongan.Lebih-lebih ketika ia telah memiliki popularitas dan pengaruh yang kuat di masyarakat.Seringkali seseorang juga tidak sadar bahwa keangkuhan dan kesombongan telah menyelinap masuk ke dalam hatinya.Yang demikian karena dua penyakit ini menyelinap dengan sangat halus hingga seringkali seseorang tidak sadar bahwa sebuah racun berbahaya telah mengambil tempat dalam hatinya.Ketika itu sebenarnya keberkahan dakwahnya mulai redup dan sang dai mulai  menjauh meninggalkan Robbnya.

Indikasi paling kuat dalam masalah tawadhu’ ini adalah ketika seseorang tidak lagi melihat siapa dirinya (‘adamu ru’yatin nafs).Dalam kamus hariannya tidak ada klasifikasi antara didepan atau dibelakang,atasan atau bawahan apalagi majikan dengan pelayan.Yang ada adalah bagaimana semaksimal mungkin selalu memperoleh ridlo Alloh dan membahagiakan sesama.Dan bila kita telusuri, sifat tawadhu’ ini sebenarnya berbanding lurus dengan keikhlasan seseorang.Maknanya ketika seseorang bisa memelihara keikhlasannya maka salah satu buah manis dari keihlasan itu adalah sifat tawadhu’.Ini bisa dipahami dengan mudah karena sifat ikhlas adalah benteng kokoh yang keangkuhan  dan kesombongan tidak akan mampu menembusnya.Bukankah komitmen untuk mempersembahan segala sesuatu dengan tulus kepada Alloh akan mencegah seseorang untuk berbuat selain yang diridloiNya?? Bersambung






















0 komentar:

Posting Komentar