Minggu, 21 Oktober 2012

Uji Kelulusan Manusia



Taushiyah Vol  VI Edisi 65

 
          Hari raya Idul Adha dan ibadah haji merupakan momentum pengabdian kebesaran Nabiyulloh Ibrohim as beserta keluarga yang mampu lulus secara mengesankan dari berbagai ujian (tes) pengabdian dan penghambaan.Pada kisah pengorbanan,beliau diuji membunuh puteranya,dan lulus,padahal naluri seorang ayah adalah cinta kepada anaknya.Begitu pula Nabiyulloh Isma’il as,diuji dengan “dibunuh”,dan lulus,padahal naluri manusia adalah cinta terhadap dirinya.

Kelulusan dari ujianpengorbanan ini melengkapi kelulusan ujian-ujian lain yang diberikan kepada beliau,seperti membangun Ka’bah,membersihkan Ka’bah dari kemusyrikan,menghadapi Raja Namrudz,dan sebagainya.Firman Alloh swt:

“Dan Ingatlah ketika Ibrohim di uji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan),lalu Ibrohim menunaikannya dengan sempurna”.(QS.Al-Baqoroh;124)

      Seperti halnya Nabi Ibrohim as dan Nabi Ismail as,manusia seluruhnya juga akan mendapatkan ujian.Hanya saja ujian yang dialami manusia tingkatannya lebih rendah dari ujian yang dialami para Nabi mengingat kapasitasnya yang lebih rendah dibandingkan dengan  para Nabi itu.Semakin tinggi tingkatan orang dihapdapan Alloh swt  maka makin besarlah nilai dan meteri ujiannya.
        Pada umumnya manusia di uji  dari watak, naluri,insting, dan tabiatnya sendiri seperti halnya Nabi Ibrahim dan Nabi ismail di atas.Karena itu,mengenal watak perupakan salah satu faktor pendorong lulus ujian. Faktor berikutnya adalah kemampuan merevolusi watak tersebut dari yang asalnya jibillah (di ciptakan sebagai tabiat negatif dalam dirinya ) menjadi  muktasabah (watak hasil revolusi) yang baik. Naluri –naluri manusia yang menjadi mmateri ujian tersebut antara lain :

               Pertama,naluri beragama.Naluri beragama dijelmakan dalam kebutuhan akan Tuhan,mencari-Nya lalu menyembah dan mengagungkan-Nya,seperti dialami oleh Nabi Ibrohim as.Beliau mencari Tuhan dan menemukan itu pada akhirnya pada keimanan.Penemuan beliau merupakan” penemuan terbesar”manusia daripada penemuan mesin,listrik atau rahasia-rahasia atom,karena penemuan beliau menyebabkan manusia yang tadinya tunduk kepada alam menjadi mampu menguasai alam serta mampu menilai baik buruknya sesuatu.”Penemuan terbesar” ini digambarkan Al Quran:

“Dia berkata: Hai kaumku,sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar,dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.”(QS.Al-An’am: 78-79)

Ujian dari naluri beragama ini bisa dilalui dengan lulus manakala manusia menempuh jalan beriman,bukan dengan jalan wijdan (perasaan yang diyakini).Firman Alloh swt:

Barangsiapa Alloh menghendaki memberikan petunjuk kepadanya,niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam.Dan barangsiapa dikehendaki Alloh kesesatannya,niscaya Alloh menjadikan dadanya sesak lagi sempit,seolah-olah ia sedang mendaki langit.Begitulah Alloh menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.(QS.Al An’am:125)

Kedua,naluri lawan jenis.Pengejawantahan Ghorizah nau’ ini adalah manusia merasa butuh lawan jenisnya.Setiap manusia memiliki libido,yaitu dorongan seksual (birahi) yang merupakan energy terbesar dalam diri manusia.Dia butuh penyaluran bila jiwa tidak ingin tertekan.
Ujian dari naluri ini akan dilalui dengan lulus manakala manusia menghindari bentuk penyaluran yang menyimpang (seks abnormal),seperti samen liven (hidup serumah tanpa menikah),zina,homoseksual,lesbian,onani,masturbasi,dan free sex (seks bebas) lainya.Penyaluran yang aman adalah menikah dan mengndalikan diri (berpuasa) bila belum mampu,dan bukan tabattul (hidup membujang) apalagi rahbaniyah (perilaku kerahiban:mengharamkan nikah).
Imam Junaid Al Baghdadi yang merupakan tokoh Sufi berkata:”Aku membutuhkan seks seperti halnya aku membutuhkan makanan.”Sementara Umar bin Khottob berkata:”tidak ada yang mencegah nikah kecuali kelemahan dan kedurhakaan.” Sabda Rosululloh saw:

يَامَعْشَرَالشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَائَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَاِنّهُ اَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَاَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ      بِالصَّوْمِ فَاِنّهُ لَهُ وِجَاءٌ – رواه البخارى و مسلم
Wahai golongan pemuda,barangsiapa diantara kamu telah sanggup biaya (secara fisik maupun psikis),maka hendaklah segera menikah,karena menikah lebih menundukkan pandangan dan membentengi kemaluan.Barangsiapa belum sanggup biaya,hendaklah dia berpuasa karena puasa itu dapat menjadi benteng (perisai) baginya. (HR.Bukhori Muslim)

Ketiga,naluri mempertahankan diri.Ghorizah baqo’ ini dijelmakan dalam bentuk keinginan terus hidup,umur panjang,berkuasa,membela diri,lari dari kematian,bekerja,makan minum,dan semacamnya.Manusai akan lulus dari ujian ini ketika dia mencari bekal untuk kematian dengan baik,sedia mempertaruhkan nyawa bila ada komando jihad,mengkonsumsi makanan halal dan menjauhi sumber penghidupan yang haram.
Al Quran menyeru menghindari sifat isrof yang berarti melampaui batas dengan menerjang sumber yang haram atau berlebih-lebihan dari standar kemampuan tubuh dan pencernaan.Firman Alloh swt:

“Makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan.Sesungguhnya Dia (Alloh) tidakmenyukai orang-orang yang berlebi-lebihan.” (QS.Al-A’rof;31)

Keempat,naluri kebebasan (hurriyatul ikhtiyar).Manusia telah diberikan kebebasn seluas-luasnya dalam perilaku maupun pemikirannya.Manusia akan bisa lulus dari uji materi ini bila aspek syukur terhadap adanya kebebasan ini dikedepankan.Sebab,kalau mau,bisa saja kebebasan itu dicabut oleh Alloh swt dengan diangkatnya piranti kebebasan itu,yaitu otak dan akal pikiran.Firman Alloh swt:

“Dan kamu tidak mampu berkehendak kecuali apabila dikehendaki Alloh.” (QS.At Takwir:29)

Termasuk bagian dari syukur atas diberikannya kebebasan ini adalah tidak merebut hak-hak demokrasi,misalnya,dengan melakukan ketidaktaatan kepada pimpinan dan  atau melakukan mosi (aksi) tidak percaya terhadapnya.
Kelima,naluri al halaa’ (suka berkeluh kesah lagi kikir) dan naluri al kabad (bersusah payah).Dua naluri yang bertalian dengan cobaan yang menimpa manusia ini berdasarkan Firman Alloh swt:

“Sesungguhnya manusai diciptakan  bersifat keluh kesah lagi kikir.Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah,dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir.” (QS.Al Ma’arij: 19-21)
Firman Alloh swt yang lain:

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia  berada dalam susah payah.” (QS.Al-Balad; 4)

Uji naluri ini akan bisa dilalui dengan lulus manakala manusai menghadapi tabiat itu dengan mengedepankan kesabaran,tidak mudah mngeluh,tidak mengeluarkan kata-kata yang mengesankan ketidakrelaan seperti apes,jangkrik,dan kata kotor yang lain.Bencana kecelakaan yang menimpa manusia seperti kesulitan,kesusahan,dan kefekiran hendaknya dijalani apa adanya  sambil menggumamkan kalimat tarji’.Bila bencana itu dinikmati tentu lebih baik daripada diri tertekan sementara sikap mengeluh tidak bisa mengembalikan keadaan.
Keenam,naluri cinta diri sendiri,ananiyah,atau egois.Dengan insting ini manusia senantiasa membanggakan diri sendiri dan cenderung memandang negatif orang lain.Ujian ini akan berhasil manakala manusia menampakkan berpikir positif atau husnudz dzon terhadap kaum muslimin.Jika kepada sesama kaum muslimin cara berpikir positif ini dikedepankan maka lebih-lebih terhadap sesame jamaah yang telah diikat dalam satu tandzim (tansiq).Sabda Rosululloh:

لَا يُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتّى يُحِبَّ لِاَخِيْهِ مَايُحِبُّ لِنَفْسِهِ – رواه البخارى و مسلم
“Tidak sempurna iman salah satu kamu sehingga dia mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri.” (HR Bukhori Muslim).
Ketujuh,naluri jadal atau jidal (suka membantah).Manusia suka membantah walaupun terhadap kebenaran yang jelas terpampang di depannya.Dia juga suka membantah terhadapa perkara yang dia sendiri belum jelas atau belum tau ilmunya.Firman Alloh swt:

“Dan manusia adalah makhluk yang yang paling banyak membantah”. (QS.Al Kahfi: 54)

Manusia bisa melalui ujian ini dengan lulus manakala dia mengedepankan bashiroh (mata hati) dan bersikap (berbicara,ngomong) kalau sudah jelas ilmunya dan dalam jangkauan ilmunya.TIdak asal membantah,menolak atau mendukung suatu pendapat semata-mata berdasarkan nafsu dan kepentingan pribadinya (interes).Dalam ibadah haji,naluri ini dilatih untuk dikendalikan.(QS.Al Baqoroh: 197)
Kedelapan,insting arogan (thughyan).Insting ini sangat dominan ketika manusai memiliki pangkat (kedudukan),harta, (kekayaan),ilmu, (kemapuan),dan keunggulan diri yang lain yang menjadikannya merasa kaya (tidak butuh) pada orang lain.Firman Alloh swt:

“Ketahuilah,sesungguhnya manusai benar-benar arogan kala ia melihat dirinya serba cukup.”  (QS.Al ‘Alaq: 6-7)

Watak negatif ini bisa diatasi,menurut tradisi tasawwuf,bila manusia bersikap tidak melihat diri (adamu ru’yatin nafsi) pada saat dia memiliki pangkat (kedudukan),harta (kekayaan),ilmu (kemampuan),dan keunggulan diri yang lain.
Ujian yang banyak berasal justru dari watak manusia sendiri tersebut akan bisa dilewati dengan lulus secara global ketika manusai selalu terikat dengan syari’at (hukum-hukum agama).Disamping syariat,manusia juga menempuh thoriqoh,yaitu menjalani hukum agama tersebut secara istiqomah dan konsisten sampai menjadi sebuah rutinitas (wirid).Aspek hakikat,yaitu mengetahui hikmah dan rahasia dibalik aturan agama juga perlu diperhatikan: digali dan dipelajari terus menerus sehingga manusia tidak beragama sekedarnya atau sekedar beragama.
Agar lulus dari ujian besar ini,kesimpulannya,manusia harus melakukan spiritualisasi diberbagai aspek kehidupannya,dan bukannya sekularisasi.Sebuah penemuan ilmiah di Italia baru-baru ini memutuskan,dalam salah satu rekomendasinya: “Untuk menetralkan pengaruh teknologi  yang menghilangkan kepribadian,kita harus menggali nilai-nilai keagamaan dan spiritual.”
Wallohu A’lam
19 Dzulhijjah 1422 – 3 Maret 2002


0 komentar:

Posting Komentar