Taushiyah Vol
VIII Edisi 89
من اسرارالحج
لَبَّيْكَ اللّهُمّ لَبّيْك
,لَبَّيْكَ لَاشَرِيْكَ لَكَ لَبَّيكْ ,ِانّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ,لَا
شَرِيْكَ لَكْ
“Aku memenuhi
panggilan-Mu, ya Allah, aku memenuhi panggilan-Mu. Aku memenuhi panggilan-Mu,
tidak ada sekutu bagi-Mu, aku memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji
bagi-Mu, segala nikmat, dan segala kekuasaan milik-Mu. Tidak ada sekutu
bagi-Mu”. ( Lafadz Talbiyah )
Di bulan Dzulqo’dah
ini, kita menyaksikan sebagian saudara-saudara kita menunaikan ibadah haji,
bergabung dengan lebih dari satu juta calon jamaah haji dari berbagai penjuru
dunia tahun ini. Seperti diketahui, rangkaian bulan-bulan haji itu tiga bulan,
yaitu Syawal,Dzulqo’dah, dan Dzulhijjah.
Diantara makna dan
hikmah itu adalah bahwasanya haji berarti memenuhi panggilah Allah swt yang
diumumkan oleh baginda Nabi Ibrahim as, sebagai Abul Anbiya’ dan pelopor
penyeru tauhid, yang kemudian dilanjutkan pengumumannya oleh baginda Rasulullah
saw. Allah swt berfirman :
“Dan berserulah kepada
manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan
berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru
yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya
mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan. “( Q.S.
al Hajj : 27-28 )
Mendapatkan
perintah untuk mengumumkan syariat haji ini, Nabi Ibrahim as lalu menyeru :
اَيُّهَا النّاسُ اِنّ اللهَ
قَدِابْتَنَى لَكُمْ بَيْتًا فَحَجُّوْ هُ
Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Allah telah membangun “rumah” ( Baitullah ) untuk kalian, maka
tunaikanlah haji ke “ rumah” itu. ( Tafsir Ibnu Katsir, Mukhtashar
Ali ash-Shabuni :2/539)
Seruan Nabi Ibrahim
bergema ke mana-mana, walaupun posisi Makkah waktu itu sepi dan tanpa memakai
pengeras suara, karena dalam hal itu Allah-lah yang mengirim dan menyebarkan
panggilan dan seruan itu.
Atas dasar bahwa
haji adalah panggilan Allah swt., orang-orang yang menunaikan haji begitu
bertolak memulai ibadah ini, mereka mengucapkan lafadz : “Labbaik, Allahumma, Labbaik,”
yang berarti, “Aku memenuhi panggilan-Mu, ya Allah, aku memenuhi panggilan-Mu”.
Mereka hakikatnya datang melaksanakan manasik dalam rangka memenuhi panggilan
Allah swt. Mereka datang ke tempat-tempat haji sebagai bentuk ketaatan dan
kepatuhan kepada-Nya,meninggalkan keluarga, anak-anak, kekayaan, negeri, dan
meninggalkan berbagai kegiatan sehari-harinya. Lafat talbiyah itu di gemakan
mereka berulang-ulang.
Dalam lafadz
talbiyah disebutkan kata-kata,
اِنّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ
لَكَ وَالْمُلْكَ,لَا شَرِيْكَ لَكَ
“Sesungguhnya segala puji, segala nikmat, dan segala kekuasaan milik-Mu.
Tidak ada sekutu bagi-Mu.”
Dalam kata-kata ini
disebut-sebut segala puji, segala nikmat, dan segala kekuasaan, sebagai
kepunyaan Allah swt. Jamaah haji memiliki sekian banyak nikmat yang
diterimanya. Mereka mengikrarkan bahwa karunia-karunia itu adalah kepunyaan
Allah swt. Segala puji milik-Nya. Kekuasaan, kekuatan, dan status apa saja yang
mereka miliki dinisbatkannya sebagai kekuasaan Allah swt.,Dzat Yang Maha Esa
dan Maha Kuasa. Mereka menegaskan ikrar itu dengan menyatakan bahwa tidak ada
sekutu yang bisa menyamai dan menandingi Allah swt. “Tidak ada sekutu bagi-Mu”.
Ada empat nikmat
terbesar yang diterima umat manusia, khususnya yang diterima oleh orang-orang
yang menunaikan haji, dari Allah swt., yaitu :
Pertama, nikmat berupa
pengakuan akan tauhid di alam dzar dahulu. Seperti diketahui,
di alam dzar dahulu, seluruh umat manusia bejanji setia mengakui ketuhanan dan
keesaan Allah swt. Di dalam kitab suci Al-Qur’an disebutkan
“Dan ( ingatlah ), ketika
Tuhanmu mengeluarkan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman ) : “Bukankah aku ini
Tuhanmu?”. Mereka menjawab, “betul (Engkau Tuhan kami ), kami menjadi
saksi-saksi”. ( Kami lakukan yang demikian itu ) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan, “Sesungguhnya kami ( bani adam ) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini ( tauhid ).” ( Q.S. al-A’raf : 172 )
Kedua,
nikmat diciptakan dan dilahirkan ke dunia dari asalnya tidak ada. Ini hanya
terjadi atas kehendak dan kekuasaan Allah swt.
Ketiga,
nikmat diberikan hidayah memeluk agama Islam, agama yang haq. Hal ini karena
memeluk selain agama islam berarti telah menyodorkan diri untuk mendapat niqmat
(siksa ) dari Allah swt.
Keempat,
nikmat telah diberikan taufiq mampu menunaikan ibadah haji. Dengan mampu
menunaikan ibadah haji, terbentukklah kesinambungan ikrar di alam dzar dahulu,
ikrar mentauhidkan Allah swt ; bangkitlah rasa dan keyakinan akan kemahakuasaan
Allah swt ; dan terpenuhilah rukun kelima agama Islam yang dipeluknya sebagai
rukun pamungkas.
Talbiyah yang agung
dan yang dalam maknanya merupakan syi’ar/perlambangan/semboyan haji. Talbiyah
merupakan pengakuan nilai-nilai haji seluruhnya, sebagimana bacaan surat
al-Fathihah menggambarkan nilai-nilai dalam ibadah shalat.sebagaimana kita mengulang
-ulang al-Fatihah dalam shalat, dalam shalat lima waktu sehari semalam saja
kita harus mengulangnya 17 kali, belum lagi bila kita melengkapi dengan shalat
– shalat sunah, begitulah para jamaah haji mengulang – ulang bacaan talbiyah.
Dalam bagian terbesar, maknah talbiyah bahkan mirip ( ada keserupaan ) dengan
makna surat al-Fatihah. Misalnya :
Lafadz انّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ
لَكَ وَالْمُلْكَ mirip dengan:
اَلْحَمْدُ لِلهِ
رَبّ الْعَالَمِيْنَ .Lafadz: وَالْمُلْكَ… mirip dengan: مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ .
Lafadz: لَبَّيْكَ اللّهُمّ لَبَّيكْ,لَبّيكَ
لَا شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ , mirip dengan makna : اياك نَعْبُدُ وَاِيّاكَ نَسْتَعِيْنُ
. Kedudukan haji
sebagai pamungkas rukun-rukun Islam mirip dengan makna ayat: اِهْدِنَا الصّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ . “ Shirothol Mustaqim” di sini adalah Islam.Keberadaan
para Nabi وRosul,shiddiqhin,syuhada’,dan orang-orang
sholih yang senantiasa menunaikan haji tersebut di atas,serupa dengan makna: صِرَاطَ الّذِيْنَ اَنْعَمْتَ
عَلَيْهِمْ
Empat nikmat yang di kandung oleh lafadz
talbiyah tersebut di atas dan nikmat – nikmat lain yang di kandungnya merupakan
nikmat- nikmat terbesar yang sepatutnya dilestarikan khususnya oleh orang -
orang yang menunaikan ibadah haji, agar menjadi haji mabrur.Alangkah bahagia
dan beruntung orang -orang yang mengapai haji mabrur. Dalam hadis yang shahih,
Rasulullah saw bersabda,
اَلْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ
لَهُ الْجَزَاءُ اِلّا الْجَنَّة – رواه البخا رى ومسلم
“Haji mabrur,tidak ada balasan baginya kecuali
surga”.(HR.Bukhori Muslim)
Rasulullah saw juga bersabda,
اَفْضَلُ الْجِهَادِ الْحَجُّ
الْمَبْرُوْرُ - رواه البخا رى ومسلم
“Seutama – utama jihad adalah haji yang mabrur” ( HR.
Bukhari dan Muslim)
Riwayat lain mengatakan,
اَمَا عَلِمْتَ اَنّ الْاِسْلَامَ
يَهْدِمُ مَا قَبْلَهُ وَاَنّ الْهِجْرَةَ تَهْدِ مُ مَا قَبْلَهَا وَاَنّ الْحَجّ
يَهْدِمُ مَا قَبْلَهُ - رواه ومسلم
“Apakah engkau tidak mengetahui bahwa Islam menghapus dosa – dosa
sebelumnya. Hijrah menghapus dosa – dosa sebelumnya. Dan haji juga menghapus
dosa – dosa sebelumnya.?!” ( HR Muslim )
Dan berbagai janji kebahagiaan dan keberuntungan lainnya.
Di sisi lain kita
melihat nikmat -nikmat yang agung di muka tidak di lestarikan,bahkan di respon
dengan kelengahan oleh sebagian orang. Ada orang yang jauh lebih kaya dan jauh
lebih kuat, namun enggan melaksanakan haji . Mereka mengabaikan nikmat -nikmat
itu. Mereka adalah orang -orang yang terhalang dari rahmat Allah swt. Dalam
sebuah hadis Qudsi, Allah swt menyatakan,
اِنّ عَبْدًا اَصْحَحْتُ لَهُ
جِسْمَهُ وَاَوْسَعْتُ عَلَيْهِ فِي الْمَعِيْشَةِ تَمْضِى عَلَيْهِ خَمْسَةُ اَعْوَامٍ
لَا يَغْدُ اِلَىَّ لَمَحْرُوْمٌ
“Sesungguhnya seorang hamba yang telah Aku sehatkan tubuhnya dan aku
lapangkan sumber ke hidupanya, lalu berlalu lima tahun dia tidak berangkat
pergi ke pada ku ( haji ) maka dia mahrum
( orang yang terhalang dari rahmat Allah swt )”. ( HR
Ibnu Abi Syaibah ).
Dalam sebuah hadis yang lain dinyatakan,
مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَحُجَّ
حُجَّةَ الْاِسْلَا مِ لَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ ذَ لِكَ مَرَضٌ حَا بِسٌ اَوْسُلْطَانٌ
جَائِرٌ اَوْحَاجَةٌ قَاهِرَةٌ فَلْيَمُتْ عَلىَ اَىِّ حَالٍ اِنْ شَاءَ يَهُوْدِيًّا
وَاِنْ شَاءَنَصْرَانِيًّا
“Barangsiapa meninggal dan tidak berhaji
dengan haji yang sesuai dengan tuntunan Islam, dan ia tidak di halangi
oleh sakit, penguasa yang sewenang -wenang,atau kebutuhan yang memaksa, maka
hendaklah ia meninggal dalam ke adaan apapun. Jika berkehendak, boleh lah ia
mati sebagai yahudi atau sebagai Nasrani”. ( HR Said bin Manshur )
Alangkah berat
ancaman agama atas orang -orang yang lengah dari menunaikan haji padahal mampu.
Semoga Allah swt menjauhkan kita dari sikap ini.
Nasehat Allah swt
agar kita berbekal baik material maupun mental, dalam masalah haji khususnya,
patut menjadi renungan ;agar kita tidak menjadi orang yang lengah dalam
menunaikannya padahal mampu, agar kita ( yang tengah dan yang sudah menunaikan
haji ) di nilai hajinya oleh Allah swt sebagai haji yang mabrur; dan agar kita
yang baru memiliki azam diberikan kemampuan dan kemudahan menunaikannya di
suatu hari, sebagai bagian dari menyambut dan memenuhi maklumat Nabi Ibrahim AS
;atas mandat dari Allah swt, sebagai
bagian memenuhi rukun Islam yang pamungkas , dan sebagai bagian dari
melestarikan nikmat – nikmat Allah swt.
Allah swt berfirman,
“Berbekallah,dan
sesungguhnya,sebaik- baik bekal adalah taqwa dan bertawakallah kepada-Ku hai
orang-orang yang berakal”. ( QS al-Baqarah : 197 )
Ayat yang
terkandung didalamnya perintah berbekal ini istimewa karena ia dirangkai dengan
ayat-ayat haji. Sekali lagi ini menunjukkan pentingnya kita berbekal materi dan
moral kaitannya dengan ibadah haji. Dan sebaik-baik bekal adalah takwa; takwa
dalam materi yang kita usahakan dan dalam moral yang kita lakukan.
Wallohu Subhaanahu Wa Ta’ala A’lam
Ahad,21 Dzulqo’dah 1425 / 2
Januari 2005
0 komentar:
Posting Komentar