الحمد لله رب العالمين والصلاة
والسلام علي اشرف المرسلين سيدنا محمد و علي اله و صحبه اجمعين
Ketika Umar bin Khattab bergegas jalannya
sembari menghunus pedang untuk membunuh Rasululloh, di tengah jalan ia bertemu
dengan Nu’aim bin Abdulloh dan ia menanyakan tujuan Umar, “Mau kemana engkau?”.
Umar menjawab, “Saya ingin membunuh Muhammad yang telah mencerai- beraikan
orang Quraisy dan menghina tuhan- tuhan kita!”.
Maka Nu’aim berkata kepadanya, “Engkau tertipu dengan dirimu sendiri, wahai Umar. Bagaimana pandangan Bani Abdul
Manaf terhadap dirimu yang berjalan di muka bumi untuk membunuh Muhammad,
sedang keluargamu mengikuti dia?”, Kagetlah Umar seraya berkata, “Siapa yang
mengikuti Muhammad dari keluargaku?”.Pertanyaan itu dijawab oleh Nu’aim, “Anak
pamanmu, Zaid bin Said, dan saudara perempuanmu beserta istrinya.” Maka,
pergilah ia ke rumah saudaranya (tidak jadi membunuh Rasululloh). Ketika sampai
di pintu rumah saudaranya, Khattab bin Art sedang membacakan shohifah surat Thoha pada Fatimah dan suaminya:
طه ، مَا أَنزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى
“Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al Qur’an
kepadamu supaya engkau susah.” (QS. Thohaa: 1-2)
Umar menjadi tertegun
dengan ayat diatas (sambil berpikir sejenak). Selanjutnya, Umar masuk islam
akibat sentuhan proses berpikirnya tentang ayat Thohaa tersebut (lihat Tahdzib
Sirah Nabawiyah, Abdussalam, halaman 78- 82).
Dikatakan bahwa
perubahan diri Umar ini disebabkan dia berpikir tentang ayat ini yang maknanya
bertolak belakang dengan fakta yang terjadi. Ayat ni membantah anggapan orang-
orang Quraisy bahwa islam datang membawa bencana dan memberatkan mereka. Inilah
yang membuat Umar berpikir tentang kebenaran anggapan tersebut. Di samping itu,
Umar kaget melihat adiknya menjadi berani setelah ia masuk islam.
Peristiwa diatas bisa
dijadikan landasan bahwa Umar bin Khattab ketika menerima kebenaran tidak
melalui doktrinisasi, tetapi melalui proses berpikir tentang fakta yang ada
dengan informasi (Al Qur’an).
I.
Definisi Perubahan Masyarakat
1.1.
Definisi Perubahan
Perubahan adalah perpindahan dari
keadaan tertentu kepada keadaan yang lain, atau dari tahapan tertentu kepada
tahapan yang lebih baik (DR. Fargholi Jamal Ahmad dalam makalahnya tentang
perubahan masyarakat di majalah Al Hajj).
1.2.
Definisi Masyarakat
Masyarakat adalah kumpulan
individu yang hidup bersama-sama dan memiliki ide atau pemikiran dasar yang
mengatur interaksi mereka serta memiliki perasaan yang sama terhadap suatu
aturan atau perilaku dalam lingkungannya. Dan disana juga ada aturan untuk mempraktekkan
pemikiran atau ide mereka dan mengatur interaksi diantara mereka.
Dari uraian diatas dapat
dilihat bahwa masyarakat terbentuk dari 4 (empat) unsur:
1.
Afrad (individu)
2.
Afkar (ide- ide dasar)
3.
Masya’ir (perasaan)
4.
Nidzom (aturan)
Dan jika kita melihat fakta yang
ada sekarang, kita bisa menemukan bahwa masyarakat itu ada yang bersifat mumaiz
(khas) dan ghoiru mumaiz ( tidak khas).
1.
Masyarakat Mumaiz
Masyarakat mumaiz adalah masyarakat
yang keempat unsurnya terbentuk dari satu macam, meskipun terdiri dari berbagai
ras (afradnya). Contohnya masyarakat Islam adalah masyarakat yang mayoritas
dari kalangan muslim, mereka beraqidahkan aqidah Islam dan pemikiran serta
hukum-hukum mereka dibangun atas dasar-dasar aqidah itu. Dan perasaan mereka
terhadap pemikiran-pemikiran Islam atau hukum-hukum Islam adalah sama, misal
perasaan mereka terhadap sholat, mereka akan merasa takut dimurkai oleh Alloh
jika meninggalkannya dan merasa senang dengan ridlo Alloh jika melaksanakannya.
Karena jika masyarakat ini terbentuk dari pemikiran dan mafahim yang sama akan
melaksanakan aturan (nidzom) dengan pelaksanaan yang penuh semangat dan ikhlas.
2.
Masyarakat Ghoiru Mumaiz
Masyarakat ghoiru mumaiz adalah
masyarakat dimana keempat unsurnya tidak terbentuk dari satu macam, dan
biasanya dinisbatkan pada di mana mereka tinggal. Contohnya masyarakat Indonesia
adalah masyarakat yang afkar (ideologi) terdiri dari berbagai macam ide,
sehingga perasaan mereka pun berbeda-beda sesuai dengan ide yang mereka anut,
maka mereka kita sebut sebagai masyarakat ghoiru mumaiz (tidak khas).
Jadi hakekat perubahan masyarakat
adalah perubahan secara total unsur-unsur inti masyarakat itu (manusia,
pemikiran, perasaan dan aturan), dari sifat-sifat ideologi jahiliyah kepada
ideologi Islam. Dan yang terpenting dari unsur-unsur itu adalah pemikirannya,
karena dari pemikiran itu lahir dari aqidah Islam, jadi perubahan itu bisa
diawali dari perubahan pemikiran atas dasar pembenaran atau perubahan aqidah
aqliyah (mabda’) mereka.
Atau kita misalkan masyarakat itu
bagaikan gelas kristal sedangkan pemikiran, perasaan dan aturannya adalah orang
yang menuangkan air ke gelas itu, jadi perubahan yang terjadi sesuai dengan
bentuk air yang dituangkan, jika air itu berwarna aqidah Islam dan dituangkan
secara perlahan dan pasti maka gelas dari kristal akan berwarna seperti warna
air yang dituangkan.
Oleh karena itu kita harus
mengawali perubahan itu dari perubahan masyarakat dengan mengubah pola pikir
mereka, karena dari pola pikir (mafahim tentang kehidupan, manusia, alam,
sesudah dan sebelum itu) akan terlahir suluk-suluk mereka seperti:
a.
Adat kebiasan (tradisi-tradisi)
b.
Keyakinan atas sekte-sekte di masyarakat
c.
Perasaan mereka dan tujuan hidup mereka
Hal itu sesuai dengan
surat Ar Ra’du ayat 11:
إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ
وَإِذَا أَرَادَ اللّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلاَ مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِ
مِن وَالٍ
“ Sesungguhnya
Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada
pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia”.(QS: Ar Ra’du:11)
Makna anfusihim adalah
individu secara total atas unsur afkar, masya’ir dan nidzom.
II.
Tahapan-Tahapan Perubahan
1. Menentang Arus
Suatu yang lazim dan biasa bagi
manusia yang akan mengadakan perubahan akan mendapatkan reaksi keras dari
masyarakat yang akan diubah. Sejarah telah membuktikan bahwa Rosululloh mendapat
perlakuan yang keras dari pembesar Quraisy ketika beliau berkehendak merubah
agama mereka, namun beliau tetap tegar menjalankan risalah dakwah beliau dengan
menentang reaksi walau ombak intimidasi menggilas beliau dan
sahabat-sahabatnya.
Kita harus mencontoh kegigihan
beliau dalam dakwah ini, karena mengadakan perubahan adalah dakwah, dan resiko
ditentang, dicaci, difitnah dan sebagainya, itu merupakan suatu hal dianggap
biasa dan mesti dihadapi oleh hamlud dakwah yang penuh kesabaran dan keyakinan
akan cita- cita perubahan itu.
Karena itu untuk mengadakan suatu
perubahan membutuhkan suatu pengorbanan yang sangat besar, dan nash- nash
hadits yang berbicara tentang pengorbanan dan ketabahan sangat banyak antara
lain:
سيد الشهداءحمزة بن عبد المطلب ورجل قام إلى إًمام جائر فأمره ونباه فقتله
“Pemimpin para syuhada’ itu ialah Hamzah bin Abdul Muthalib, dan
seorang laki- laki yang berdiri dihadapan penguasa yang lalim, lalu ia
menyuruhnya berbuat baik dan mencegahnya berbuat munkar, kemudian ia
dibunuhnya. (HR. Al Hakim dalam Kitab Al Mustadrak, jilid III, hal 195).
كو نوا كأ صحا ب عيسى عليه السلام تشروا با المناشير و حملوا على الخسب فوالله
لميتة فى طا عة الله خير من حياة فى معصيةالله
“Jadilah seperti para
sahabat “ Isa yang digergaji dan disalaib”. Demi Alloh! Mati dalam keadaan
mentaati Alloh itu, lebih baik daripada hidup dalam maksiat kepadaNya. (HR. Ath
Thabarani, dalam kitab Al Mu’jam Ash Shaghir, jilid I, hal 264).
لا يمنعن رجلا هيبة الناس أن يقول بحق إذارآه أو علمه
“Janganlah seseorang diantara
kalian dihalangi rasa takut kepada masyarakat untuk tidak menyampaikan kata-
kata yang haq, bila ia sudah mengetahuinya. (HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya,
no. 278, Ibnu Majah dalam Sunannya,no. 4007).
Dalam sebuah hadits Qudsi,
Rasululloh Shollalllohu ‘Alaihi Wasallam bersabda : Alloh Subhana Wata’ala pada
hari kiamat akan bertanya kepada orang ( yang tidak berani menyampaikan
kebenaran):
ما منعك ان تقول فى كذا و كذا ؟ فيقول : خشية الناس ، فيقول الله تعال ، فإ
يا ي كنت أحق ان تخشى
“Apakah yang membuat kamu tidak
mau mengucapkan (kebenaran) terhadap keadaan ini dan itu?”. Orang- orang
menjawab: “Karena takut (kemarahan) masyarakat!”. Maka Alloh berfirman: “Akulah
yang lebih baik kamu takuti.” (HR. Ibnu Majah, dalam Sunnannya, no 4008).
Begitu pula sabda Rasululloh
Shollallohu ‘Alaihi Wasallam:
من رأى منكرافليغير بيده فإن لم يستطع فبلسا نه فإن لم يستطع فبقلبه وذلك أضعف
الإيمان
“ Siapa saja yang melihat (suatu)
kemungkaran, maka hendaklah ia berusaha merubahnya dengan tangannya, apabila ia
tidak mampu (dengan tangannya) hendaklah ia berusaha dengan lisannya, dan
apabila ia tidak mampu juga, hendaklah ia berusaha merubahnya dengan hatinya,
dan itulah selemah- lemah iman. (HR. Muslim, no. 49, Abu Dawud no. 1140; Tirmidzi
no. 2173, Nasa’i jilid VIII, hal. 111 dn Ibnu Majah no. 4013).
Berkata Imam Nawawi dalam
menjelaskan hadist tersebut : [ Adapun sabda beliau: “ hendaklah kalian
merubahnya” itu merupakan perintah wajib yang harus di sepakati oleh
seluruh umat. Perintah amar ma’ruf nahi munkar telah di tetapkan dalam Al
Quran, As Sunnah dan Ijma’ umat, juga dapat di kategorikan dalam penyampaian
nasehat, yang tidak lain adalah pangkal agama ]. ( lihat syarah Shahih Muslim,
jilid II, hal 21)
Sistem pemerintahan kufur yang
sedang berkuasa di negeri- negeri kaum muslimin saat ini adalah kemungkaran
yang besar, bahkan itulah pangkal kejahatan yang senantiasa menghalangi
pelaksanaan perbuatan ma’ruf dan selalu membangkang dan melindungi kemungkaran.
Oleh karena itu, pangkal pangkal kemungkaran itu harus dilenyapkan. Bahkan
telah di ketahui secara pasti dalam agama (Ma’lumun Minad Diini bidl
Dlarurah), bahwa sistem pemerintahan ini merupakan puncak kemungkaran.
Tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk tidak tahu kenyataan ini, setiap
muslim bisa melakukan upaya apa saja untuk menghilangkan kemungkaran ini dan
mewujudkan upaya paling ma’ruf (sangat terkenal dalam islam) , yang tidak lain
adalah tegaknya Daulah Islamiyah yang menjalankan pemerintahan dengan apa yang
diturunkan Alloh Subhanahu Wata’ala.
Dan dalam proses ini akan
terbentuk secara alami akibat benturan arus itu, orang- orang yang tangguh dan
komit terhadap ide perjuangan untuk mengadakan perubahan terhadap masyarakat.
Meskipun dalam tahapan ini ada
reaksi yang keras (tantangan yang keras dari objek ), namun diharuskan seorang
hamlud dakwah mampu bersikap “Al Mudarah ” yaitu sebuah sikap dari
subyek perubah (hamlud dakwah) yang lemah lembut, pandai bergaul (grapyak dan
sumringah) dengan tidak menekuk wajah (kaku, kasar,dsb). Sebagaimana Firman Alloh yang ditujukan pada Rosululloh :
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ
اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ
فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ
وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ
فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
“ Sekiranya
kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu . Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (QS.3:159)
Meskipun kita di anjurkan untuk supel dalam merubah
masyarakat, namun jangan sampai “mudahanah” yaitu mengorbankan syari’at
demi pergaulan.
2. Tahapan Pembaharuan
Tahapan pembaharuan adalah
tahapan terbentuknya kelompok atau
jama’ah yang telah mengemban ide-ide
pembaharuan. Dan selalu mengadakan diskusi dan kajian intensif untuk memperkuat
ide-ide jama’ah itu agar bisa mengakses untuk mengadakan akselerasi perubahan
di tengah-tengah masyarakat.
Dan tahapan ini pula adanya
penekanan terhadap pembinaan kelompok atau jama’ah dengan pembinaan-pembinaan
yang mengarahkan pada pembinaan tataran-tataran ideologis sampai tataran
tsaqofah.
3. Tahapan Interaksi/Ofensif
(Difa’)
Pada tahapan ini kelompok/
jama’ah tadi sudah mengadakan akselerasi perubahan dengan berinteraksi langsung
pada masyarakat dengan aktivitas penggusuran ide-ide sesat dan penegakkan
ide-ide Islam.
وأنذرعشيرتك الأقربين
“Dan berilah peringatan kepada kerabatmu.”
4.
Tahapan Praktek Dan Penetapan
Pada tahapan ini kelompok tadi sudah mampu
menerapkan ide-ide Islam (hukum-hukum Islam) di tengah-tengah masyarakat, maka
jadilah itu masyarakat Islam yang tak lain kita sebut Daulah Islamiyyah. Karena
itu terlaksananya hukum-hukum Islam secara menyeluruh otomatis harus ada
pelaksananya yaitu Khalifah.
III.
Obyek Perubahan Dan Skala Prioritas
Dakwah Islam ditujukan untuk semua lapisan dan strata di masyarakat di
seluruh dunia. Karena Islam datang
sebagai rahmatan lil ‘alamin, sebagaimana firman Alloh :
وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولاً وَكَفَى
بِاللّهِ شَهِيدًا
“Kami
mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi
saksi.”(QS.An-Nisa’:79)
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ
إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ
“Dan tiadalah Kami
mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS.Al Anbiyaa’:107)
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ
إِلَّا كَافَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“ Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya
sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi
kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (QS.Saba’:28)
Karena
dakwah intinya adalah mengadakan perubahan sedangkan dakwah untuk seluruh
manusia atau masyarakat maka dalam mengadakan perubahan obyeknya adalah seluruh
manusia di muka bumi ini. Namun untuk mempermudah aktivitas dakwah /perubahan
harus ada skala prioritas bagi obyek dakwah. Sebagaimana Rasulullah di dalam
mengadakan perubahan umat manusia
diawali dari lingkungan dirinya,
keluarganya, kerabatnya kemudian masyarakat sekitar beliau. Dengan langkah
seperti itu, maka kita harus mampu mempelajari kondisi atau lingkungan
yang terdekat atau yang terparah
kerusakan pemikirannya. Dan berawal dari masyarakat yang lingkungannya parah dan diharapkan bisa
membiasakan perubahan pada lingkungan disekitarnya.
IV.
Keahlian Dalam Kepemimpinan
Seperti dikatakan bahwa perubahan masyarakat
adalah perubahan secara total pada unsur-unsur pembentuk masyarakat, dengan melalui tahapan-tahapan yang sulit dan
mengandung resiko yang tinggi,maka untuk mencapai tujuan ke arah itu dibutuhkan
seorang pemimpin yang benar-benar memiliki keahlian guna mendukung kegiatan
perubahan masyarakat tersebut.
Namun seorang pemimpin tidak hanya dibutuhkan
keahlian (skil managerial), selain itu harus memiliki kekuatan untuk
mempengaruhi anggota-anggotanya dalam mencapai tujuan. Untuk itu seorang
pemimpin yang baik harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.
Istiqomah dalam beramal sehingga mampu menciptakan tujuan
2.
Itqom dalam amalnya
3.
Tabah dan tahan ujian
4.
Memiliki dasar yang jelas (prinsip) dala menyelesaikan permasalahan
5.
Percaya diri
6.
Segala keputusan harus diterima dengan senang hati
7.
Siap menghadapi takanan
8.
Berbakat memberikan pengaruh pada perilaku orang lain
9.
Kuat untuk membentuk interaksi masyarakat
Takwinul Qiyadah = pembebtukan pemimpin (Kepemimpinan)
1.
Mujahadah ruhiyyah (lihat Al Gofiah & Al Maradl dalam majalah
MU’TASHIM edisi 2)
2.
Skil managerial dan kemampuan tsaqofa islam
V. Aktivitas Perubahan
Seperti tersebut dalam tahapan perubahan
bahwa pada tahapan kedua akan nampak tersebutnya jamaah atau kelompok yang akan
mengakses pada perubahan masyarakat. Jadi adanya jama’ah dakwah akan merupakan
aktivitas yang bisa mempercepat kearah perubahan masyarakat. Karena kalau kita aka
merubah masyarakat dengan secara individu (sendiri), akan mengalami kesulitan
dan memperlambatr aktivitas, karena dengan adanya kelompok/jama’ah itu
aktivitas-aktivitas perubahan bisa teroganisir secara rapi.
Wallohu a’lamu bish-showaab.
0 komentar:
Posting Komentar