Jumat, 14 Desember 2012

Metode Mengubah Masyarakat



الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام علي اشرف المرسلين سيدنا محمد و علي اله و صحبه اجمعين
Ketika Umar bin Khattab bergegas jalannya sembari menghunus pedang untuk membunuh Rasululloh, di tengah jalan ia bertemu dengan Nu’aim bin Abdulloh dan ia menanyakan tujuan Umar, “Mau kemana engkau?”. Umar menjawab, “Saya ingin membunuh Muhammad yang telah mencerai- beraikan orang Quraisy dan menghina tuhan- tuhan kita!”.  Maka Nu’aim berkata kepadanya, “Engkau tertipu dengan dirimu sendiri,  wahai Umar. Bagaimana pandangan Bani Abdul Manaf terhadap dirimu yang berjalan di muka bumi untuk membunuh Muhammad, sedang keluargamu mengikuti dia?”, Kagetlah Umar seraya berkata, “Siapa yang mengikuti Muhammad dari keluargaku?”.Pertanyaan itu dijawab oleh Nu’aim, “Anak pamanmu, Zaid bin Said, dan saudara perempuanmu beserta istrinya.” Maka, pergilah ia ke rumah saudaranya (tidak jadi membunuh Rasululloh). Ketika sampai di pintu rumah saudaranya, Khattab bin Art sedang membacakan shohifah surat  Thoha pada Fatimah dan suaminya:
طه ، مَا أَنزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى
 “Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al Qur’an kepadamu supaya engkau susah.” (QS. Thohaa: 1-2)

                Umar menjadi tertegun dengan ayat diatas (sambil berpikir sejenak). Selanjutnya, Umar masuk islam akibat sentuhan proses berpikirnya tentang ayat Thohaa tersebut (lihat Tahdzib Sirah Nabawiyah, Abdussalam, halaman 78- 82).
                Dikatakan bahwa perubahan diri Umar ini disebabkan dia berpikir tentang ayat ini yang maknanya bertolak belakang dengan fakta yang terjadi. Ayat ni membantah anggapan orang- orang Quraisy bahwa islam datang membawa bencana dan memberatkan mereka. Inilah yang membuat Umar berpikir tentang kebenaran anggapan tersebut. Di samping itu, Umar kaget melihat adiknya menjadi berani setelah ia masuk islam.
                Peristiwa diatas bisa dijadikan landasan bahwa Umar bin Khattab ketika menerima kebenaran tidak melalui doktrinisasi, tetapi melalui proses berpikir tentang fakta yang ada dengan informasi (Al Qur’an).

      I.            Definisi Perubahan Masyarakat
1.1.             Definisi Perubahan
Perubahan adalah perpindahan dari keadaan tertentu kepada keadaan yang lain, atau dari tahapan tertentu kepada tahapan yang lebih baik (DR. Fargholi Jamal Ahmad dalam makalahnya tentang perubahan masyarakat di majalah Al Hajj).

1.2.             Definisi Masyarakat
Masyarakat adalah kumpulan individu yang hidup bersama-sama dan memiliki ide atau pemikiran dasar yang mengatur interaksi mereka serta memiliki perasaan yang sama terhadap suatu aturan atau perilaku dalam lingkungannya. Dan disana juga ada aturan untuk mempraktekkan pemikiran atau ide mereka dan mengatur interaksi diantara mereka.
Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa masyarakat terbentuk dari 4 (empat) unsur:
1.       Afrad (individu)
2.       Afkar (ide- ide dasar)
3.       Masya’ir (perasaan)
4.       Nidzom (aturan)
Dan jika kita melihat fakta yang ada sekarang, kita bisa menemukan bahwa masyarakat itu ada yang bersifat mumaiz (khas) dan ghoiru mumaiz ( tidak khas).
1.       Masyarakat Mumaiz
Masyarakat mumaiz adalah masyarakat yang keempat unsurnya terbentuk dari satu macam, meskipun terdiri dari berbagai ras (afradnya). Contohnya masyarakat Islam adalah masyarakat yang mayoritas dari kalangan muslim, mereka beraqidahkan aqidah Islam dan pemikiran serta hukum-hukum mereka dibangun atas dasar-dasar aqidah itu. Dan perasaan mereka terhadap pemikiran-pemikiran Islam atau hukum-hukum Islam adalah sama, misal perasaan mereka terhadap sholat, mereka akan merasa takut dimurkai oleh Alloh jika meninggalkannya dan merasa senang dengan ridlo Alloh jika melaksanakannya. Karena jika masyarakat ini terbentuk dari pemikiran dan mafahim yang sama akan melaksanakan aturan (nidzom) dengan pelaksanaan yang penuh semangat dan ikhlas.

2.       Masyarakat Ghoiru Mumaiz
Masyarakat ghoiru mumaiz adalah masyarakat dimana keempat unsurnya tidak terbentuk dari satu macam, dan biasanya dinisbatkan pada di mana mereka tinggal. Contohnya masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang afkar (ideologi) terdiri dari berbagai macam ide, sehingga perasaan mereka pun berbeda-beda sesuai dengan ide yang mereka anut, maka mereka kita sebut sebagai masyarakat ghoiru mumaiz (tidak khas).
Jadi hakekat perubahan masyarakat adalah perubahan secara total unsur-unsur inti masyarakat itu (manusia, pemikiran, perasaan dan aturan), dari sifat-sifat ideologi jahiliyah kepada ideologi Islam. Dan yang terpenting dari unsur-unsur itu adalah pemikirannya, karena dari pemikiran itu lahir dari aqidah Islam, jadi perubahan itu bisa diawali dari perubahan pemikiran atas dasar pembenaran atau perubahan aqidah aqliyah (mabda’) mereka.
Atau kita misalkan masyarakat itu bagaikan gelas kristal sedangkan pemikiran, perasaan dan aturannya adalah orang yang menuangkan air ke gelas itu, jadi perubahan yang terjadi sesuai dengan bentuk air yang dituangkan, jika air itu berwarna aqidah Islam dan dituangkan secara perlahan dan pasti maka gelas dari kristal akan berwarna seperti warna air yang dituangkan.
Oleh karena itu kita harus mengawali perubahan itu dari perubahan masyarakat dengan mengubah pola pikir mereka, karena dari pola pikir (mafahim tentang kehidupan, manusia, alam, sesudah dan sebelum itu) akan terlahir suluk-suluk mereka seperti:
a.       Adat kebiasan (tradisi-tradisi)
b.      Keyakinan atas sekte-sekte di masyarakat
c.       Perasaan mereka dan tujuan hidup mereka
Hal itu sesuai dengan surat  Ar Ra’du ayat 11:

إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلاَ مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِ مِن وَالٍ
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.(QS: Ar Ra’du:11)
Makna anfusihim adalah individu secara total atas unsur afkar, masya’ir dan nidzom.

    II.            Tahapan-Tahapan Perubahan
1.       Menentang Arus
Suatu yang lazim dan biasa bagi manusia yang akan mengadakan perubahan akan mendapatkan reaksi keras dari masyarakat yang akan diubah. Sejarah telah membuktikan bahwa Rosululloh mendapat perlakuan yang keras dari pembesar Quraisy ketika beliau berkehendak merubah agama mereka, namun beliau tetap tegar menjalankan risalah dakwah beliau dengan menentang reaksi walau ombak intimidasi menggilas beliau dan sahabat-sahabatnya.
Kita harus mencontoh kegigihan beliau dalam dakwah ini, karena mengadakan perubahan adalah dakwah, dan resiko ditentang, dicaci, difitnah dan sebagainya, itu merupakan suatu hal dianggap biasa dan mesti dihadapi oleh hamlud dakwah yang penuh kesabaran dan keyakinan akan cita- cita perubahan itu.
Karena itu untuk mengadakan suatu perubahan membutuhkan suatu pengorbanan yang sangat besar, dan nash- nash hadits yang berbicara tentang pengorbanan dan ketabahan sangat banyak antara lain:
سيد الشهداءحمزة بن عبد المطلب ورجل قام إلى إًمام جائر فأمره ونباه فقتله
“Pemimpin para syuhada’ itu ialah Hamzah bin Abdul Muthalib, dan seorang laki- laki yang berdiri dihadapan penguasa yang lalim, lalu ia menyuruhnya berbuat baik dan mencegahnya berbuat munkar, kemudian ia dibunuhnya. (HR. Al Hakim dalam Kitab Al Mustadrak, jilid III, hal 195).

كو نوا كأ صحا ب عيسى عليه السلام تشروا با المناشير و حملوا على الخسب فوالله لميتة فى طا عة الله خير من حياة فى معصيةالله
“Jadilah seperti para sahabat “ Isa yang digergaji dan disalaib”. Demi Alloh! Mati dalam keadaan mentaati Alloh itu, lebih baik daripada hidup dalam maksiat kepadaNya. (HR. Ath Thabarani, dalam kitab Al Mu’jam Ash Shaghir, jilid I, hal 264).

لا يمنعن رجلا هيبة الناس أن يقول بحق إذارآه أو علمه
“Janganlah seseorang diantara kalian dihalangi rasa takut kepada masyarakat untuk tidak menyampaikan kata- kata yang haq, bila ia sudah mengetahuinya. (HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya, no. 278, Ibnu Majah dalam Sunannya,no. 4007).

Dalam sebuah hadits Qudsi, Rasululloh Shollalllohu ‘Alaihi Wasallam bersabda : Alloh Subhana Wata’ala pada hari kiamat akan bertanya kepada orang ( yang tidak berani menyampaikan kebenaran):

ما منعك ان تقول فى كذا و كذا ؟ فيقول : خشية الناس ، فيقول الله تعال ، فإ يا ي كنت أحق ان تخشى
“Apakah yang membuat kamu tidak mau mengucapkan (kebenaran) terhadap keadaan ini dan itu?”. Orang- orang menjawab: “Karena takut (kemarahan) masyarakat!”. Maka Alloh berfirman: “Akulah yang lebih baik kamu takuti.” (HR. Ibnu Majah, dalam Sunnannya, no 4008).
Begitu pula sabda Rasululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam:

من رأى منكرافليغير بيده فإن لم يستطع فبلسا نه فإن لم يستطع فبقلبه وذلك أضعف الإيمان
“ Siapa saja yang melihat (suatu) kemungkaran, maka hendaklah ia berusaha merubahnya dengan tangannya, apabila ia tidak mampu (dengan tangannya) hendaklah ia berusaha dengan lisannya, dan apabila ia tidak mampu juga, hendaklah ia berusaha merubahnya dengan hatinya, dan itulah selemah- lemah iman. (HR. Muslim, no. 49, Abu Dawud no. 1140; Tirmidzi no. 2173, Nasa’i jilid VIII, hal. 111 dn Ibnu Majah no. 4013).
Berkata Imam Nawawi dalam menjelaskan hadist tersebut : [ Adapun sabda beliau: “ hendaklah kalian merubahnya” itu merupakan perintah wajib yang harus di sepakati oleh seluruh umat. Perintah amar ma’ruf nahi munkar telah di tetapkan dalam Al Quran, As Sunnah dan Ijma’ umat, juga dapat di kategorikan dalam penyampaian nasehat, yang tidak lain adalah pangkal agama ]. ( lihat syarah Shahih Muslim, jilid II, hal 21)
Sistem pemerintahan kufur yang sedang berkuasa di negeri- negeri kaum muslimin saat ini adalah kemungkaran yang besar, bahkan itulah pangkal kejahatan yang senantiasa menghalangi pelaksanaan perbuatan ma’ruf dan selalu membangkang dan melindungi kemungkaran. Oleh karena itu, pangkal pangkal kemungkaran itu harus dilenyapkan. Bahkan telah di ketahui secara pasti dalam agama (Ma’lumun Minad Diini bidl Dlarurah), bahwa sistem pemerintahan ini merupakan puncak kemungkaran. Tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk tidak tahu kenyataan ini, setiap muslim bisa melakukan upaya apa saja untuk menghilangkan kemungkaran ini dan mewujudkan upaya paling ma’ruf (sangat terkenal dalam islam) , yang tidak lain adalah tegaknya Daulah Islamiyah yang menjalankan pemerintahan dengan apa yang diturunkan Alloh Subhanahu Wata’ala.
Dan dalam proses ini akan terbentuk secara alami akibat benturan arus itu, orang- orang yang tangguh dan komit terhadap ide perjuangan untuk mengadakan perubahan terhadap masyarakat.
Meskipun dalam tahapan ini ada reaksi yang keras (tantangan yang keras dari objek ), namun diharuskan seorang hamlud dakwah mampu bersikap “Al Mudarah ” yaitu sebuah sikap dari subyek perubah (hamlud dakwah) yang lemah lembut, pandai bergaul (grapyak dan sumringah) dengan tidak menekuk wajah (kaku, kasar,dsb). Sebagaimana  Firman Alloh yang ditujukan pada Rosululloh :

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ 

وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu . Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (QS.3:159)
Meskipun kita di anjurkan untuk supel dalam merubah masyarakat, namun jangan sampai “mudahanah” yaitu mengorbankan syari’at demi pergaulan.

2.       Tahapan Pembaharuan
Tahapan pembaharuan adalah tahapan terbentuknya  kelompok atau jama’ah  yang telah mengemban ide-ide pembaharuan. Dan selalu mengadakan diskusi dan kajian intensif untuk memperkuat ide-ide jama’ah itu agar bisa mengakses untuk mengadakan akselerasi perubahan di tengah-tengah masyarakat.
Dan tahapan ini pula adanya penekanan terhadap pembinaan kelompok atau jama’ah dengan pembinaan-pembinaan yang mengarahkan pada pembinaan tataran-tataran ideologis sampai tataran tsaqofah.

3.       Tahapan Interaksi/Ofensif (Difa’)
Pada tahapan ini kelompok/ jama’ah tadi sudah mengadakan akselerasi perubahan dengan berinteraksi langsung pada masyarakat dengan aktivitas penggusuran ide-ide sesat dan penegakkan ide-ide Islam.
وأنذرعشيرتك الأقربين
                                                        “Dan berilah peringatan kepada kerabatmu.”

4.                                                                                               Tahapan Praktek Dan Penetapan

                Pada tahapan ini kelompok tadi sudah mampu menerapkan ide-ide Islam (hukum-hukum Islam) di tengah-tengah masyarakat, maka jadilah itu masyarakat Islam yang tak lain kita sebut Daulah Islamiyyah. Karena itu terlaksananya hukum-hukum Islam secara menyeluruh otomatis harus ada pelaksananya yaitu Khalifah.


  III.                                                                                                       Obyek Perubahan Dan Skala Prioritas

                 Dakwah Islam ditujukan untuk semua lapisan dan strata di masyarakat di seluruh dunia. Karena Islam datang  sebagai rahmatan lil ‘alamin, sebagaimana firman Alloh :

وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولاً وَكَفَى بِاللّهِ شَهِيدًا
Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.(QS.An-Nisa’:79)

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.(QS.Al Anbiyaa’:107)

                                                   وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.(QS.Saba’:28)

Karena dakwah intinya adalah mengadakan perubahan sedangkan dakwah untuk seluruh manusia atau masyarakat maka dalam mengadakan perubahan obyeknya adalah seluruh manusia di muka bumi ini. Namun untuk mempermudah aktivitas dakwah /perubahan harus ada skala prioritas bagi obyek dakwah. Sebagaimana Rasulullah di dalam mengadakan perubahan  umat manusia diawali  dari lingkungan dirinya, keluarganya, kerabatnya kemudian masyarakat sekitar beliau. Dengan langkah seperti itu, maka kita harus mampu mempelajari kondisi atau lingkungan yang  terdekat atau yang terparah kerusakan pemikirannya. Dan berawal dari masyarakat  yang lingkungannya parah dan diharapkan bisa membiasakan perubahan pada lingkungan disekitarnya.

 IV.                                Keahlian Dalam Kepemimpinan
                     Seperti dikatakan bahwa perubahan masyarakat adalah perubahan secara total pada unsur-unsur pembentuk masyarakat,  dengan melalui tahapan-tahapan yang sulit dan mengandung resiko yang tinggi,maka untuk mencapai tujuan ke arah itu dibutuhkan seorang pemimpin yang benar-benar memiliki keahlian guna mendukung kegiatan perubahan masyarakat tersebut.
Namun seorang pemimpin tidak hanya dibutuhkan keahlian (skil managerial), selain itu harus memiliki kekuatan untuk mempengaruhi anggota-anggotanya dalam mencapai tujuan. Untuk itu seorang pemimpin yang baik harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.       Istiqomah dalam beramal sehingga mampu menciptakan tujuan
2.       Itqom dalam amalnya
3.       Tabah dan tahan ujian
4.       Memiliki dasar yang jelas (prinsip) dala menyelesaikan permasalahan
5.       Percaya diri
6.       Segala keputusan harus diterima dengan senang hati
7.       Siap menghadapi takanan
8.       Berbakat memberikan pengaruh pada perilaku orang lain
9.       Kuat untuk membentuk interaksi masyarakat
Takwinul Qiyadah = pembebtukan pemimpin (Kepemimpinan)
1.       Mujahadah ruhiyyah (lihat Al Gofiah & Al Maradl dalam majalah MU’TASHIM edisi 2)
2.       Skil managerial dan kemampuan tsaqofa islam
V. Aktivitas Perubahan
                            Seperti tersebut dalam tahapan perubahan bahwa pada tahapan kedua akan nampak tersebutnya jamaah atau kelompok yang akan mengakses pada perubahan masyarakat. Jadi adanya jama’ah dakwah akan merupakan aktivitas yang bisa mempercepat kearah perubahan masyarakat. Karena kalau kita aka merubah masyarakat dengan secara individu (sendiri), akan mengalami kesulitan dan memperlambatr aktivitas, karena dengan adanya kelompok/jama’ah itu aktivitas-aktivitas perubahan bisa teroganisir secara rapi.
Wallohu a’lamu bish-showaab.













0 komentar:

Posting Komentar